Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sofyan Djalil Akomodasi Tuntutan Petani Sumut yang Jalan Kaki Temui Presiden

Kompas.com - 01/09/2020, 09:30 WIB
Kontributor Medan, Mei Leandha,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

MEDAN, KOMPAS.com – Rapat penyelesaian sengketa tanah eks HGU PT Perkebunan Nusantara (PTPN) II di Simalingkar dan Sei Mencirim, Kabupaten Deliserdang, Sumatera Utara (Sumut), dilakukan secara virtual.

Rapat ini melibatkan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil dan Gubernur Sumut Edy Rahmayadi di pendopo rumah dinas gubernur.

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil memastikan, dari hasil kesimpulan tim pusat yang terdiri dari Kementerian ATR/BPN, Kementerian BUMN, dan lainnya, akan mengakomodasi tuntutan petani.

Berdasarkan usulan PTPN II, masyarakat juga akan dilibatkan dalam pertanian tebu.

"Tiga hari lalu Presiden menerima masyarakat Simalingkar dan Sei Mencirim. Presiden perintahkan masalah ini diselesaikan dengan baik antara petani dan PTPN II,” ujar Sofyan seperti dikutip dari rilis yang dikirim humas kantor Gubernur Sumut, Senin (31/8/2020).

Baca juga: Surya Tjandra Harapkan Sengketa Tanah di Sumut Beres 2 Tahun

Hal senada dikemukakan Moeldoko. Dalam arahannya dia menekankan, tuntutan masyarakat harus segera diselesaikan dan pemerintah pusat akan melakukan intervensi.

Moeldoko juga meminta seluruh tim penyelesaian sengketa tanah merumuskan solusi untuk secepatnya disampaikan kepada Presiden Joko Widodo.

"Intinya persoalan ini akan dipayungi dari pusat. Gubernur sebagai ketua pelaksana diharapkan membentuk tim kecil dalam permasalahan di Sumut," ucap Moeldoko.

Sementara itu Edy Rahmayadi memastikan, Pemprov Sumut bersama tim Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) akan berupaya secepatnya menyelesaikan sengketa tanah Simalingkar dan Sei Mencirim.

Namun prosesnya membutuhkan waktu dan tidak bisa terburu-buru. Edy meminta tim untuk bekerja terlebih dahulu, mendata, mengedukasi dan menertibkan lahan.

"Saya hanya menyampaikan bahwa Forkopimda di Sumut sudah bekerja dengan baik. Kita juga tidak terlalu mudah menanggapi laporan yang ada. Percayakan dulu pada kami untuk melakukan penertiban dan edukasi," ucap Edy. 

Baca juga: Lima Sengketa Tanah yang Dianggap Hambat Pembangunan di Sumatera Utara

Secara objektif, lanjut Edy, berdasarkan data dari tim BPN Sumut, Polda Sumut, Kejati Sumut dan lainnya bahwa kepemilikan tanah di lahan yang menjadi tuntutan masyarakat tidak semuanya dapat dibuktikan.

Diakuinya bahwa persoalan ini memang sudah lama, Pemprov Sumut akan melakukan memediasi kedua belah pihak dan mendukung semua kebijakan pemerintah pusat untuk menyelesaikan permasalahan ini.

"Makanya, percayakan kami untuk mendata terlebih dahulu. Pastinya, kami sudah ada progres untuk dikerjakan. Percayakan kami akan menyelesaiakan semua," kata Edy.

Ketidakadilan dan kriminalisasi

Sebelumnya diberitakan, massa dari Serikat Petani Simalingkar Bersatu (SPSB) dan Serikat Tani Mencirim Bersatu (STMB), berkumpul di Fly Over Djamin Ginting pada Kamis (26/6/2020). 

Para petani ini mengklaim sebagai korban konflik eks HGU PTPN II. Mereka kecewa dengan pemerintah yang dituding tak bisa menuntaskan konflik berkepanjangan. 

Negara dianggap abai melindungi rakyatnya. Massa lalu menemui Presiden Jokowi dengan berjalan kaki ke Istana Negara, mengadukan nasib tergusur dari lahan yang sudah ditempati dan dikelola sejak 1951.

Baca juga: Begini Skema Penyelesaian Sengketa dan Konflik Tanah HGU

Mereka mengandalkan SK Land Reform 1984, sementara PTPN II dengan Sertifikat HGU Nomor 171/2009 melakukan okupansi dan menguasai lahan.

Massa menyatakan di kawasan Simalingkar, ada sekitar 857 hektar yang selama ini dikelola dan ditempati masyarakat.

Di Sei Mencirim, ada 36 petani yang tergusur dari lahannya padahal sudah memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM). Lahan yang diperjuangkan petani Mencirim seluas 80 hektar.

“Ada ketidakadilan. Pemerintah daerah diam, para pengusaha berkonspirasi jahat dengan beberapa oknum di lingkungan aparat dan preman. Menjadi kekuatan laten dan melawan petani yang lemah,” kata Dewan Pembina SPSB dan STMB Aris Wiyono kepada Kompas.com.

Saat ini, menurut Aris, sebagian HGU tiba-tiba dialihkan dengan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) atasnama PT Nusa Dua Bekala, anak perusahaan PTPN II.

Dia khawatir akan menimbulkan konflik lebih besar karena masyarakat terancam kehilangan tempat tinggal dan sumber pangan.

Baca juga: Penyelesaian Tol Medan-Binjai Seksi I Terhambat Sengketa Lahan

Negara dinilai masih abai dengan konflik agraria, hanya membanggakan program pembagian sertifikat tanah, namun seperti tidak punya kemauan untuk menyelesaikan permasalahan.

“Negara harus hadir, Presiden wajib tahu. Redistribusi tanah gratis harus ada di Sumut. Jangan gembar gembor bagi-bagi sertifikat, tapi tanah yang ditempati masyarakat selama puluhan tahun hilang. Ini mengancam petani-petani kecil," papar Aris. 

Kepada Jokowi, mereka akan menuntut redistribusi lahan eks HGU PTPN II menjadi prioritas. Presiden harus menjamin tidak ada lagi kriminalisasi petani.

Mereka juga meminta Jokowi mempercepat penyelesaian sengketa, bukan malah melakukan penggusuran dan kriminalisasi petani yang semakin masif.

"Kami sepakat untuk mendapatkan keadilan, harus ada solusi konkrit dan skema yang jelas dari presiden dan menteri agraria. Harapan kami, redistribusi tanah untuk masyarakat adalah harga mati,” tegas Aris.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau