Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Begini Skema Penyelesaian Sengketa dan Konflik Tanah HGU

Kompas.com - 28/08/2020, 12:30 WIB
Rosiana Haryanti,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sengketa dan konflik pertanahan masih terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia.

Termasuk di Provinsi Sumatera Utara yang menempati peringkat pertama sengketa dan konflik tanah.

Sengketa dan konflik tanah ini mayoritas merupakan tanah dengan status Hal Guna Usaha (HGU).

Untuk itu dalam penyusunan skema penyelesaian sengketa tanah Kakanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Sumatera Utara Dadang Suhendi memastikan, pihaknya sudah memetakan kriteria untuk mengetahui statusnya.

"Jadi kita kelompokkan skema-skema dalam rangka penyelesaian," kata Dadang melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Jumat 928/8/2020).

Pertama adalah HGU aktif. Menurut Dadang, HGU disebut aktif jika lahan tersebut ada dan tanahnya dikelola serta ditanami oleh pemegang hak.

Kedua, HGU yang tidak dimanfaatkan secara produktif tetapi status haknya masih berlaku atau hidup. Namun status HGU ini, menurut Dadang, dipandang berbeda oleh masyarakat.

Baca juga: Surya Tjandra Harapkan Sengketa Tanah di Sumut Beres 2 Tahun

"Haknya masih berlaku tetapi HGU-nya tidak aktif. Kenapa? Karena itu penyelesaiannya berbeda," ujar Dadang.

Selain itu masih ada HGU yang berlaku, namun kegiatan HGU tidak aktif dan dalam penguasaan pihak ketiga. Lainnya adalah HGU yang sudah selesai dan dalam penguasaan pihak ketiga.

Hal ini juga diakui Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Surya Tjandra.

Menurut Surya, salah satu kendala masyarakat dalam mendapatkan sertifkat tanah adalah obyek tanah yang dikuasai tidak clean and clear.

Dengan demikian, Pemerintah harus membantu menyelesaikan sengketa dan konflik tanah.

"Masyarakat yang bedemo mungkin bukan yang tercatat sebagai pemilik hak atas tanah, namun ini perlu kita pikirkan bagaimana menyelesaikan masalah mereka," ujar Surya.

Penyelesaian sengketa dan konflik tanah membutuhkan diskresi yakni bentuk kehadiran Pemerintah untuk menuntaskannya secara menyeluruh.

"Diskresi itu merupakan bentuk kehadiran dan keinginan pemerintah untuk menyelesaikan sengketa pertanahan," kata Surya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau