JAKARTA, KOMPAS.com - Sengketa dan konflik pertanahan masih terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia.
Termasuk di Provinsi Sumatera Utara yang menempati peringkat pertama sengketa dan konflik tanah.
Sengketa dan konflik tanah ini mayoritas merupakan tanah dengan status Hal Guna Usaha (HGU).
Untuk itu dalam penyusunan skema penyelesaian sengketa tanah Kakanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Sumatera Utara Dadang Suhendi memastikan, pihaknya sudah memetakan kriteria untuk mengetahui statusnya.
"Jadi kita kelompokkan skema-skema dalam rangka penyelesaian," kata Dadang melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Jumat 928/8/2020).
Pertama adalah HGU aktif. Menurut Dadang, HGU disebut aktif jika lahan tersebut ada dan tanahnya dikelola serta ditanami oleh pemegang hak.
Kedua, HGU yang tidak dimanfaatkan secara produktif tetapi status haknya masih berlaku atau hidup. Namun status HGU ini, menurut Dadang, dipandang berbeda oleh masyarakat.
Baca juga: Surya Tjandra Harapkan Sengketa Tanah di Sumut Beres 2 Tahun
"Haknya masih berlaku tetapi HGU-nya tidak aktif. Kenapa? Karena itu penyelesaiannya berbeda," ujar Dadang.
Selain itu masih ada HGU yang berlaku, namun kegiatan HGU tidak aktif dan dalam penguasaan pihak ketiga. Lainnya adalah HGU yang sudah selesai dan dalam penguasaan pihak ketiga.
Hal ini juga diakui Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Surya Tjandra.
Menurut Surya, salah satu kendala masyarakat dalam mendapatkan sertifkat tanah adalah obyek tanah yang dikuasai tidak clean and clear.
Dengan demikian, Pemerintah harus membantu menyelesaikan sengketa dan konflik tanah.
"Masyarakat yang bedemo mungkin bukan yang tercatat sebagai pemilik hak atas tanah, namun ini perlu kita pikirkan bagaimana menyelesaikan masalah mereka," ujar Surya.
Penyelesaian sengketa dan konflik tanah membutuhkan diskresi yakni bentuk kehadiran Pemerintah untuk menuntaskannya secara menyeluruh.
"Diskresi itu merupakan bentuk kehadiran dan keinginan pemerintah untuk menyelesaikan sengketa pertanahan," kata Surya.
Staf Khusus Menteri ATR/Kepala BPN, Hary Sudwijanto mengatakan, apabila sengketa dibiarkan maka akan menimbulkan gangguan keamanan.
Baca juga: Lima Sengketa Tanah yang Dianggap Hambat Pembangunan di Sumatera Utara
Hary mengatakan di Sumatera Utara, terdapat tiga sengketa pertanahan yakni di lokasi yakni eks HGU PT Perkebunan Nusantara II, Sei Mencirim, serta Simalingkar.
Dia mengklaim saat ini sudah ada skema penyelesaian sengketa di tiga lokasi itu.
Direktur Utama PTPN II, Marisi Butar-Butar menuturkan, luas area PTPN II adalah 102.169,98 hektar.
Dari total luas tersebut, lahan seluas 91.341,76 sudah bersertifikat sedangkan 10.828,22 sisanya sedang dimohonkan perpanjangan.
Menurut Marisi, perkara hukum di pengadilan ada sekitar 200 perkara, di mana untuk perkara Tata Usaha Negara ada sebanyak 21 perkara serta perkara perdata ada 122 perkara.
Meski begitu, dia menyatakan pihaknya sedang mengupayakan penyelesaian sengketa di lokasi tersebut.
"Perlu diketahui, selain melalui pengadilan, untuk mengupayakan penyelesaian sengketa, kami juga memberikan tali asih dan ganti rugi kebun kepada masyarakat," kata Marisi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.