JAKARTA, KOMPAS.com - Sengketa tanah di Indonesia masih cukup tinggi. Menurut Kepala Bagian Humas Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Harison Mocodompis, sepanjang tahun 2018 tercatat ada 2.546 sengketa tanah.
"Sengketa konflik yang ditangani tahun 2018 oleh Kementerian ATR/BPN sejumlah 2.546 kasus. Selesai sejumlah 1.652 kasus," ujar Harison menjawab Kompas.com, Rabu (27/2/2019).
Baca juga: Sengketa Tanah Antar-perorangan Tembus 6.071 Kasus
"Untuk inilah kami mempercepat pendaftaran tanah melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap," ujar Dirjen Penanganan Masalah Agraria, Pemanfaatan Ruang dan Tanah, RB Agus Widjayanto dalam keterangan tertulis.
Menurut Agus, sengketa yang terjadi karena beragamnya masalah yang menjadi dasar dalam pembuatan sertifikat. Hal ini mendasari Kementerian ATR/BPN untuk menyelesaikan PTSL secara cepat.
"Ada girik, ada garapan, ada segala macam. Kondisi yang seperti ini menyebabkan rawan sengketa. Kalau itikad baik, maka sengketanya bisa selesai. Tapi ada juga yang dibuat-buat," imbuh Agus.
Sengketa pertanahan juga timbul akibat merajalelanya mafia tanah. Untuk mengatasi hal ini, Kementerian ATR/BPN menandangani Memorandum of Understanding (MoU) dengan Kepolisian RI.
Agus menambahkan, untuk urusan administratif menjadi kewenangan Kementerian ATR/BPN, sedangkan urusan pidana merupakan wewenang kepolisian.
Diharapkan, program yang sudah berjalan sejak tahun lalu itu dapat memberikan efek yang signifikan dalam pemberantasan mafia tanah.
"Saya kira ke depannya tidak ada lagi mafia tanah sehingga dapat menjamin kelancaran program PTSL," tuntas Agus.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.