Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 17/09/2020, 20:15 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pandemi Covid-19 dan krisis ekonomi global boleh saja menghantam sektor properti demikian keras, sehingga tingkat penjualan anjlok ke titik terendah.

Namun tetap saja, kondisi tersebut tak membuat harga properti turun. Kalau pun terkoreksi, hanya terjadi pada matriks pertumbuhan harga, menjadi sekitar 10-12 persen dari sebelumnya sekitar 20-30 persen per tahun.

Menurut Director Research and Consultancy Savills Indonesia Anton Sitorus, dalam kamus sektor properti di Indonesia tak mengenal kata harga turun.

"Harga turun itu aib. Bahkan, pada saat krisis multidimensi Tahun 1998, belum pernah terjadi penurunan. Harga turun itu resistensinya tinggi," ujar Anton, Kamis (17/9/2020).

CEO Leads Property Indonesia Hendra Hartono mengutarakan hal senada.

Baca juga: REI Desak Pemerintah Turunkan Pajak Properti

Menurutnya sepanjang sejarah properti Indonesia modern kurun 1970-an saat awal Orde Baru berkuasa hingga saat ini, harga properti terutama tanah dan rumah tidak pernah turun.

Kecuali untuk properti di pasar seken (sedondary market) di area residensial premium sekitar 10-20 persen.

"Harga primer tidak turun, bahkan dalam konteks published rate. Karena pengembang menyiasatinya dengan metoda pembayaran dengan tenor angsuran lebih panjang untuk konsumen," papar Hendra menjawab Kompas.com.

Harga properti yang terus melesat dipengaruhi harga material bangunan seperti semen, besi, baja, dan keramik. 

Material bangunan menjadi mahal karena pengaruh bahan bakar seperti minyak dan gas yang juga kerap fluktuatif. 

Kata Hendra, faktor eksternal itu yang mendorong harga properti primer tidak akan pernah turun.

Sementara jika bicara tanah, akan semakin membuat akselerasi kenaikan harga properti makin cepat. Terlebih jika tanah tersebut berada di lokasi yang dilintasi pengembangan infrastruktur.

Tidak ada lagi "Senin Harga Naik"

Anjloknya penjualan properti pada Tahun 2020 ini membuat para pengembang sadar untuk tidak lagi menaikkan harga seenaknya.

"Tidak mungkin lagi ada jargon 'Setiap Senin Harga Naik' hingga puluhan bahkan ratusan persen," cetus Hendra.

Baca juga: Properti Terkoreksi, Sudah Bukan Zamannya Tiap Senin Harga Naik

Para pengembang sekarang fokus dalam beradaptasi dan melakukan penyesuaian-penyesuaian dengan kondisi aktual pasar agar dapat terus relevan demi mempertahankan ongkos produksi dengan profit margin moderat. 

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com