Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menghitung Potensi Penjualan Properti dari Kepemilikan Asing

Kompas.com - 13/08/2020, 13:25 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wacana kepemilikan properti oleh warga negara asing (WNA) kembali mencuat setelah Pemerintah menggulirkan Rancangan Undang Undang (RUU) Cipta Kerja yang memungkinkan individu asing untuk memperoleh hak milik satuan rumah susun (HMSRS).

Hal ini tercantum dalam dua pasal RUU Cipta Kerja yakni Pasal 136 dan Pasal 137 ayat 1.

Pada Pasal 136 disebutkan, "Hak Milik atas Satuan Rumah Susun (Sarusun) yang selanjutnya disebut Hak Milik Sarusun merupakan hak kepemilikan atas satuan rumah susun yang bersifat perseorangan yang terpisah dengan hak bersama atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama."

Kemudian, Pasal 137 ayat 1 berbunyi, "Hak Milik sarusun dapat diberikan kepada Warga Negara Indonesia, Badan Hukum Indonesia, Warga Negara Asing yang mempunyai izin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, Badan Hukum Asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia, atau perwakilan negara asing dan lembaga internasional yang berada atau mempunyai perwakilan di Indonesia."

RUU Cipta Kerja ini sekaligus merelaksasi aturan sebelumnya yakni UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar pokok Agraria, dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 103 Tahun 2015 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal Atau Hunian Oleh Orang Asing Yang Berkedudukan Di Indonesia.

Dalam PP ini disebutkan bahwa WNA hanya memperoleh Hak Pakai (HP) atas Sarusun.

Baca juga: Menyoal Kesiapan Indonesia, Jika Keran Kepemilikan Asing Dibuka Lebar

Jelas, rencana Pemerintah ini didukung sejumlah pengembang dan juga pengamat properti.

Mereka meyakini, jika RUU Cipta Kerja ini disahkan, akan dapat menarik minat investasi sekaligus membangkitkan sektor properti.

Direktur PT Jababeka Tbk Sutedja Sidharta Darmono mengatakan, RUU Cipta Kerja ini merupakan terobosan baru yang sangat positif dan dibutuhkan WNA agar dapat membeli properti di Indonesia.

"RUU Cipta Kerja ini merupakan penyempurnaan dari PP 103/2015. Saya mendukung terobosan baru ini yang memangkas persyaratan rumit yang harus dipenuhi WNA untuk membeli properti di Indonesia," ujar Sutedja kepada Kompas.com, Kamis (13/8/2020).

Sebelumnya, lanjut dia, PP Nomor 103/2015 yang berlaku tidak secara leluasa membebaskan WNA membeli properti karena masih banyak persyaratan yang sangat rumit untuk dipenuhi.

"Akhirnya banyak pengembang enggan membangun properti untuk WNA ini," ucap Sutedja. 

Ilustrasi Rumah DijualCHRIS J RATCLIFFE / AFP Ilustrasi Rumah Dijual
Hal senada disampaikan CEO Leads Property Indonesia Hendra Hartono. Menurutnya, keran kepemilikan WNA atas properti di Indonesia harus dibuka lebar, karena akan memacu investor dan developer asing ikut investasi.

"Namun meski demikian, Pemerintah secara paralel harus melakukan perbaikan dalam hal tata kota, waste management, air bersih, public transport, ruang terbuka hijau, area publik, fasilitas kesehatan, pendidikan, kesenjangan sosial, banjir dan lain-lain," terang Hendra.

Baca juga: Terlalu Banyak Syarat, Aturan Kepemilikan Asing Belum Menarik Ekspatriat

Kota layak huni, imbuh dia, akan semakin menarik minat WNA dan ekspatriat untuk tinggal menetap lama di Indonesia. Dengan demikian, mereka tertarik untuk membeli properti.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau