Pemerintah juga harus memiliki data transparan terkait jumlah WNA/ekspatriat pemegang Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) yang bekerja di Indonesia, kebutuhan hunian mereka, dan juga jangka waktu tinggal mereka di Indonesia.
Data ini seyogyanya dapat diakses semua kalangan, termasuk oleh pengembang, sehingga mereka dapat membangun properti dengan jumlah unit sesuai kebutuhan.
"Hal ini untuk menghindari aksi spekulasi terkait investasi. Kalau WNA dan ekspatriat cuma mau investasi saja, lalu propertinya dijual atau disewakan kembali, percuma. Ini memicu aksi spekulasi," papar Hendra.
Jika seluruh faktor dari beragam pandangan tersebut dijalankan, fenomena kelebihan pasokan (over supply) yang terjadi di Kawasan Iskandar, Johor Bahru, Malaysia, tidak terulang di Jakarta.
Oleh karena itu, Pemerintah juga harus melengkapi RUU Cipta Kerja dengan izin tinggal yang saat ini hanya berlaku satu tahun bagi WNA pemegang KITAS.
Sebagaimana diusulkan Sutedja, bahwa izin tinggal WNA pemegang KITAS dibuat lebih lama yakni minimal lima tahun.
Akan berbeda halnya jika WNA yang telah memiliki Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP), yang menurut Partner Ryz Property Consulting Restaditya Harris, tidak mempermasalahkan kepemilikan properti dengan status Hak Pakai (HP).
"Sebetulnya, ada beragam tipikal WNA di Indonesia. Sebagian memang sudah cinta dan ingin menetap karena itu mereka berharap dapat membeli properti dengan status Hak Milik. Namun ada juga WNA bertipe investor. Kebanyakan dari Singapura dan Malaysia," ungkap Restaditya.
Potensi penjualan Properti untuk WNA
Dari beragam pandangan ini, menarik untuk ditelisik, sejatinya berapa besar nilai penjualan yang bisa didapatkan jika RUU Cipta Kerja ini jadi disahkan DPR RI?
Sutedja menghitung, di Kota Jababeka saja terdapat sekitar 10.000 WNA. Dari jumlah ini sekitar 45-50 persen masih menyewa properti karena terbentur PP 103/2015 yang hanya memberikan mereka status HP.
Baca juga: Muktar Widjaja Usul WNA Bisa Jaminkan HGB ke Bank
"Dengan demikian ada potensi penjualan Rp 5 triliun untuk properti seharga Rp 1 miliar per unit. Ini kan devisa juga buat negara," cetus Sutedja.
Sementara Ryz Property Consulting menghitung WNA/Ekspatriat yang berhak membeli properti di Indonesia sekitar 100.000 orang, dengan potensi Rp 100 triliun.
Sedangkan menurut Leads Property, potensi penjualan properti tidak hanya dari tempat tinggal (hunian) yang bisa diakses WNA, melainkan juga komersial (terutama perkantoran).
Untuk apartemen, Hendra mengatakan, potensinya ada di segmen menengah atas dan atas.