Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bernardus Djonoputro
Ketua Majelis Kode Etik, Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP)

Bernardus adalah praktisi pembiayaan infrastruktur dan perencanaan kota. Lulusan ITB jurusan Perencanaan Kota dan Wilayah, dan saat ini menjabat Advisor Senior disalah satu firma konsultan terbesar di dunia. Juga duduk sebagai anggota Advisory Board di Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung ( SAPPK ITB).

Selain itu juga aktif sebagai Vice President EAROPH (Eastern Region Organization for Planning and Human Settlement) lembaga afiliasi PBB bidang perencanaan dan pemukiman, dan Fellow di Salzburg Global, lembaga think-tank globalisasi berbasis di Salzburg Austria. Bernardus adalah Penasehat Bidang Perdagangan di Kedubes New Zealand Trade & Enterprise.

Seabad ITB dan Tantangan Urbanisasi Indonesia

Kompas.com - 03/07/2020, 17:23 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PENDIDIKAN tinggi dalam konteks kehidupan masyarakat Indonesia tak lepas dari privilige kaum elit yang berkesempatan mengaplikasikan pengetahuannya untuk meningkatkan harkat dan kesejahteraan diri.

Dikotomi menara gading dan dunia luarnya bersifat abadi, sehingga pilar pengabdian masyarakat dalam misi universitas selalu ada, dan menjadi pecut untuk senantiasa kontekstual, empatik, dan relevan.

Berdiri pada 3 Juli 100 tahun silam, ketika itu penduduk kita mendekati 60 juta jiwa (sensus pertama 1930), Institut Teknologi Bandung (ITB) dikenal sebagai Technische Hoogeschool te Bandoeng.

Ini merupakan sekolah tinggi serta perguruan tinggi teknik pertama di Hindia Belanda. Jejak langkah ITB menghasilkan orang sukses, seratus tahun kemudian adalah saat yang tepat untuk kontemplasi kehadirannya di tengah masyarakat, kini Indonesia.

Dalam dua puluh lima tahun lagi, Indonesia akan menapak 100 tahun sebagai negara merdeka dan berdaulat penuh.

Bersamaan dengan itu urbanisasi menjadi menu utama, ketika seluruh dunia menjadi masyarakat perkotaan, dan tak kurang dari 70 persen warga Indonesia akan tinggal dan hidup dalam tatanan urban.

Hari ini penduduk kita sudah 265 juta jiwa, maka tidaklah berlebihan bila kita menaruh harapan besar pada pendidikan Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK) ITB untuk berkiprah nyata.

Agar negara terhindar dari bencana akibat brutalitas penjarahan manusia atas sumber daya, maupun alam yang cenderung mengamuk karena ketidakseimbangan yang melawan kodrat.

Dikenal awal sebagai stedebouwkunde atau ilmu kekotaprajaan, jurusan PWK ITB berdiri September 1959 dengan nama Tata Pembangunan Daerah dan Kota (TPDK).

Selanjutanya berkembang menjadi Teknik Planologi dan sekarang PWK. Jurusan ini adalah program studi (prodi) PWK pertama di Indonesia, yang kemudian berkembang hingga 40-an prodi dari Aceh ke Papua.

Podi ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan, keterampilan serta sikap dalam tiga hal, yaitu pola pikir dan wawasan rasional yang komprehensif kemampuan berpikir strategis dan analitis untuk mendapatkan alternatif terbaik, dan kemampuan merumuskan alternatif pemecahan persoalan pembangunan yang dapat dipertanggungjawabkan secara teknis dan moral, serta disepakati oleh banyak pihak.

Konteks dan pertanggungjawaban moral menjadi sangat penting dalam membangun kehidupan masyarakat.

Semakin terjalnya jurang kaya dan miskin, cepatnya perkembangan teknologi, rakus nya pertumbuhan sektor ekonomi terhadap lahan, dan marahnya reaksi alam, membuat para perencana harus menjawab berbagai pertanyaan penting.

Dengan pertambahan 200 juta dalam kurun 100 tahun terakhir, apakah lingkungan hunian kita memiliki ketahanan menghadapi risiko ke depan, dan bagaimana dengan dukungan infrastruktur yang ada, cukupkah? Apakah pendekatan sustainability akan menghasilkan situasi yang berbeda?

Mungkin saatnya kini untuk kita melihat tentang kota dan pedesaan Indonesia mendatang.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau