Apakah kita perlu melakukan transformasi besar, dan mempertanyakan akan relevansi pemikiran Howard, Corbusier atau Lynch?
Kalau iya, bagaimana kampus ITB menjawab tantangan ini? Bagaimana PWK ITB bisa keluar dengan terobosan keilmuan yang mumpuni?
Isu kontemporer perencanaan di Indonesia didominasi persoalan kebijakan perkotaan dan akan dihadapkan pada isu koordinatif yang sangat pelik.
Karena kita masih belum memiliki strategi yang tajam dalam menangani isu sistem kota-kota kita.
Perencanaan tata ruang, perencanaan pembangunan, aturan ruang hutan, pesisir, pulau maupun pengendalian, masih terkotak-kotak di berbagai lembaga.
Untuk itu dibutuhkan kerja pentahelix untuk menata ulang serta memperkuat kelembagaan terkait perencanaan dan isu perkotaan.
Perlu fokus pada peningkatan kemampuan birokrasi di bidang perencanaan untuk mengatasi kecepatan urbanisasi, termasuk mengatasi cepatnya pertumbuhan dan fleksibilitas pembangunan informal.
Dibutuhkan pula beberapa penyempurnaan kebijakan yang fokus pada hal utama yaitu sistem perkotaan yang seimbang dan berkeadilan, kota layak huni dan inklusif.
Perlu transformasi menerus dalam sistem perencanaan Indonesia, melalui proses perencanaan yang terintegrasi, pengendalian dan kepastian hukum yang lebih kuat, bentuk kerja sama antar-kelembagaan perencanaan, serta tata kelola metropolitan yang lebih baik.
Konsekuensi dari transformasi tersebut adalah pentingnya melihat perspektif global dalam mazhab perencanaan Indonesia.
Di sinilah peran penting ITB melalui PWK, sebagai menara mercu suar dan pusat produksi kearifan ilmu melalui mazhab penghela kemajuan (progressio).
Prasyarat pentahelix tentu semakin mengemukan, sehingga kampus harus senantiasa merapatkan barisan bersama industrinya dan mesin penyerap lulusan.
Tak pelak, kearifan praktis dan jejaring pendanaan akan terbuka lebar. Bentuklah lembagaa yang mengakomodasi para ahli yang berpengaruh.
Seperti Koninklijk Instituut voor Hooger Technisch Onderwijs in Nederlandsch-Indië - KIHTONI (Institut Kerajaan bagi Pendidikan Teknik Tinggi di Hindia Belanda) ketika menyiapkan pendirian Sekolah Tinggi Teknik (Technische Hoogeschool) tahun 1917 merupakan gabungan pemuka pengusaha swasta, wakil kementerian dan asosiasi profesi.
Dengan adanya orang yang berpengaruh, persiapan dapat terlaksana secara baik dan berdirilah cikal bakal ITB tersebut.
Sebagai penghasil tenaga profesi, PWK ITB pun diharapkan membahu bersama para perencana Indonesia melalui asosiasi profesi nya, serta membangun pengertian antar kelembagaan maupun sektor swasta dalam menghadapi tantangan urbanisasi ke depan.
Kami alumni siap bahu membahu memberikan kontribusi untuk kemajuan bangsa. Selamat hari jadi ke-100 ITB. In harmonia progressio!
Bernardus Djonoputro
Aggota Advisory Board, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, ITB (SAPPK ITB)