Pasca-pandemi, PDB Indonesia 1 triliun dollar AS atau setara Rp 15.000 triliun akan mengalami defisit yang terus diperlebar.
Strategi pendanaan yang dilakukan adalah dengan realokasi prioritas anggaran, seperti realokasi anggaran perjalanan dinas, dan menunda proyek infrastruktur yang belum menjadi prioritas.
Pembiayaan pembenahan dan transformasi kota menjadi tanda tanya.
Dari 500 lebih kota dan kabupaten, kemampuan kota-kota Indonesia dalam memenuhi kebutuhan infrastruktur sangat terbatas.
Penghitungan yang pernah saya lakukan bersama salah satu konsultan global, selain kota Jakarta, kota-kota besar seperti Bandung, Surabaya, Medan, Semarang, Makassar hanya memiliki alokasi belanja infrastruktur antara Rp 200 miliar sampai Rp 400 miliar, sangat minimalis dibandingkan kebutuhannya.
Untuk mengatasi hal inilah diperlukan keterlibatan sumber-sumber keuangan, keterlibatan publik dan swasta, maupun sumber yang inovatif.
Rencana transformasi kota melalui peremajaan bagian kota sudah waktunya menangkap peluang inovasi pembiayaan.
Ini termasuk pemberian hak khusus pengelolaan dan pengembangan kawasan, maksimalisasi gross floor area (GFA), sehingga pengelola bisa mendapatkan internal rate of return (IRR) yang menarik, pada gilirannya investor akan mau berinvestasi sambil meremajakan kota.
Termasuk yang diinisiasi investor melalui proposal un-solicited. Masalahnya sekarang adalah bagaimana menciptakan ini secara terencana, dan bukan secara kebetulan.
Saat ini basis aturannya sudah tersedia, antara lain dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.