Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Mengharukan di Balik Tutupnya Toko-toko Ritel...

Kompas.com - 26/11/2017, 21:45 WIB
Haris Prahara

Penulis


KompasProperti – Perubahan zaman membuat disrupsi dalam berbagai sendi kehidupan manusia. Tak terkecuali, dalam hal berbelanja.

Secara global, termasuk Indonesia, kelesuan ritel konvesional terus memakan korban. Satu per satu peritel mesti merelakan gerainya gulung tikar.

Sejatinya, bukan hanya peritel yang bersedih atas kondisi itu, tetapi juga dialami oleh para penggemar sensasi berbelanja di toko. Merekalah kaum urban yang masih menikmati pesona memilah barang secara langsung dan konkret.

Beginilah sebagian kisah antara peritel yang menolak terlibas era disrupsi dan pembeli yang kehilangan toko kesayangannya. Menelisik cerita di balik tutupnya toserba Sears di Amerika Serikat.

Baca juga: Kisah di Balik Gulung Tikarnya Supermarket Giant Malaysia…

Alkisah, setiap tahun di kala Black Friday, Angela Buzatto selalu menyempatkan diri untuk datang ke toserba Sears, sebuah toko favoritnya sejak saban hari.

Ia senantiasa membeli dua mesin penyedot debu baru, dengan potongan harga ekstrem, untuk bisnis pembersihan rumah miliknya. Tahun ini, Angela berencana memborong empat buah mesin penyedot debu.

Namun, Angela tak dapat lebih bersedih dari hari itu. Sears di Phillipsburg Mall mulai mengobral seluruh barangnya, sebuah pertanda toko bakal berhenti beroperasi.

Selain membeli penyedot debu yang harganya super miring, ia juga membelikan putrinya yang berusia 8 tahun sebuah gaun putih berkilau seharga 24 dollar AS (sekitar Rp 320.000) dan sepasang sepatu biru seharga 10 dollar AS (sekitar Rp 135.000).

Ilustrasi ritelKikovic Ilustrasi ritel
"Ini sangat menyedihkan,” tutur Angela, yang telah berbelanja di Sears cabang perbatasan Pennsylvania itu selama 16 tahun, sebagaimana dilansir New York Times, Jumat (24/11/2017).

Hari Jumat lalu merupakan momen Black Friday untuk tahun ini. Sebagai hari belanja kelas wahid di Amerika Serikat, pesona Black Friday tak pernah pudar hingga beberapa tahun lalu.

Tempat parkir selalu dipenuhi kendaraan para pengunjung yang bersiap memburu barang-barang dengan harga menggiurkan. Antrean pengunjung telah mengular jauh sebelum toko mulai buka.

Akan tetapi, semua pemandangan itu sirna. Angela kini berdiri di lorong redup Phillipsburg Mall. Di sebelah toko Sears, tampak pula sejumlah peritel lainnya yang juga tertatih. Deretan etalase kosong terlihat pada toko-toko di sana.

Turbulensi

Adegan kelam itu merupakan simbol kecil dari sulitnya tantangan yang dihadapi toko ritel konvesional negeri adidaya saat ini.

Sejumlah analis memprediksi, peritel konvensional bakal menutup toko lebih banyak tahun ini. Tekanan belanja daring, ditambah sengkarut utang yang dialami peritel, telah menyebabkan gugurnya toko ritel.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau