JAKARTA, KOMPAS.com - Sejak diumumkan kasus positif pertama di Indonesia pada Maret silam, Pandemi Covid-19 membuat perekonomian Indonesia turun drastis.
Hal ini dibuktikan dengan anjloknya pertumbuhan Produk Domestik Bruto ( PDB) Indonesia pada level minus 5,32 persen secara tahunan (year-on-year).
Dengan kasus positif virus Corona yang terus bertambah setiap harinya, pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi pada level negatif dan terbukti masuk jurang resesi ekonomi.
Terus bertambahnya korban akibat Pandemi Covid-19 ini membuat Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menarik rem darurat dengan kembali memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar ( PSBB) Tahap II atau PSBB Pengetatan.
Baca juga: UU Cipta Kerja Perluas Kepemilikan WNA Atas Apartemen Menjadi Hak Milik
Dengan demikian, hal ini membuat para pengembang residensial bergantung pada penjualan dan pemasaran produk secara daring untuk tetap meraup pendapatan.
Sebut saja, PT Ciputra Development Tbk berhasil mengumpulkan total penjualan senilai Rp 250 miliar melalui penjualan secara daring selama enam bulan terakhir pada klaster rumah tapak ( landed house).
Sementara klaster rumah tapak masih berjalan, rumah susun (rusun) atau apartemen justru makin terpuruk.
Hal ini menyebabkan para pengembang menawarkan proyek mereka dengan diskon besar-besaran kepada para pembeli dan investor.
Itulah kondisi babak belur yang dialami sektor properti akibat Pandemi Covid-19.
Namun, harapan sedikit menyeruak tatkala DPR mengesahkan omnibus law RUU Cipta Kerja menjadi Undang-undang (UU), Senin (5/10/2020).
Baca juga: UUCK Perluas Hak Milik Apartemen, Ibarat Menjual Langit kepada Asing
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan