Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontroversi Bank Tanah dan Stimulus Fiskal yang Diharapkan

Kompas.com - 13/10/2020, 09:15 WIB
Hilda B Alexander,
Suhaiela Bahfein

Tim Redaksi

Terutama dalam perolehannya yang berpotensi menjadi kontraproduktif.

"Untuk perkebunan dan pertanian, masih oke. Tapi, untuk penyediaan perumahan, tidak masuk akal, karena tanah Negara yang akan dimanfaatkan pasti posisinya di perkotaan. Dan itu tidak bebas alias ada yang menguasai," kata Erwin kepada Kompas.com, Senin (12/10/2020).

Erwin menuturkan, pengadaan tanah untuk perumahan harus dilakukan dengan pendekatan politis melalui kebijakan politik anggaran.

Hal ini karena Pemerintah tidak bisa sembarangan mengambil atau membebaskan lahan di perkotaan untuk penyediaan perumahan bagi MBR, meski pun status tanahnya milik Negara. 

"Jika kemudian Pemerintah mulai mengeksekusi perolehan lahan, maka itu artinya harus keluar ongkos. Terlebih goal-nya adalah supaya MBR memiliki rumah. Tentunya ini ada harganya, tidak gratis," kata Erwin.

Baca juga: Mengenal Bank Tanah Versi UU Cipta Kerja, Apa Fungsi dan Perannya?

Sementara menurut Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda, konsep bank tanah justru dapat memberikan angin segar untuk pemenuhan kebutuhan hunian bagi MBR dan yang tinggal di perkotaan.

"Meski demikian, kami melihat belum ada hal spesifik yang ditujukan dalam UU Cipta Kerja dalam penyediaan hunian untuk rakyat," kata Ali.

Oleh karena itu, perlu adanya pembahasan dan pasal tersendiri yang menyangkut ketersediaan bank tanah untuk hunian MBR dan masyarakat urban perkotaan.

Mengingat, bank tanah saat ini lebih diarahkan kepada penyediaan tanah untuk kepentingan umum, kepentingan sosial, dan mendukung investasi bagi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan industri.

Bank tanah untuk perumahan sebaiknya berada di bawah badan perumahan dan tak tergabung dengan dewan pengawas bank tanah.

Badan perumahan tersebut nantinya berada di bawah Presiden dan terhubung oleh karakteristik perumahan lintas kementerian, mulai dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Keuangan, dan Kementerian Dalam Negeri.

Kemudian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR), serta Kementerian Sosial.

Bank tanah untuk hunian nantinya tidak hanya dari tanah negara yang sudah ada dan tak harus melalui pembelian lahan.

Baca juga: Setelah PP Terbit, Badan Bank Tanah Bakal Segera Dibentuk

Bahkan, bank tanah harus diberdayakan dengan menggarap tanah-tanah milik BUMN/BUMD, termasuk tanah yang menjadi kewajiban pengembang swasta melalui hunian berimbang.

Selanjutnya, pasokan bank tanah yang ada dikelola dan diberikan kepada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah (Pemda), badan bank tanah, BUMN/BUMD, badan hukum milik negara/daerah atau badan hukum yang ditunjuk oleh Pemerintah Pusat.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com