JAKARTA, KOMPAS.com - Ombudsman Republik Indonesia (ORI) telah menerima sebanyak 46 laporan terkait konflik penghunian dan tata kelola rumah susun (rusun) atau apartemen hingga tahun 2019.
Plt Kepala Keasistenan Utama IV Ombudsman RI Dahlena mengungkapkan hal itu dalam konferensi virtual, Rabu (5/8/2020).
"Dari 46 laporan itu, kami mengategorikannya ke dalam beberapa persoalan," terang Dahlena.
Lima persoalan di antaranya paling banyak diajukan, yakni Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) tidak seimbang dan merugikan pemilik, tidak ada standardisasi tarif service charge/iuran pengelolaan apartemen (IPL), dan terjadi monopoli bidang atau benda milik bersama.
Baca juga: Konflik Penghuni dan Pengelola Apartemen Bukan Domain Pemerintah Pusat
Selanjutnya, Ombudsman menemukan persoalan berupa konflik/sengketa dalam kepengurusan Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS) dan terhambatnya proses sertipikasi/hak kepemilikan satuan unit.
Beberapa temuan tersebut yang paling banyak menjadi persoalan mengenai kepengurusan PPPSRS.
Oleh sebab itu, Ombudsman melakukan fokus kajian berupa pengumpulan data yang dilakukan dengan menelaah dokumen, wawancara, Focus Group Discussion (FGD), observasi terbuka, danmystery shopping.
Adapun lokasi kajian dilakukan di 5 provinsi yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), serta Bali.
Hingga akhirnya, Ombudsman menemukan dua temuan dalam pembentukan PPPSRS berupa kendala karena syarat administratif dan PPJB yang merugikan pemilik rusun.
Di dalam pembentukan PPPSRS, mensyaratkan adanya proses jual beli dan serah terima antara pemilik dan pelaku pembangunan dengan beberapa syarat administrasi.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.