JAKARTA, KOMPAS.com - Terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) menuai pro dan kontra.
Di satu sisi Tapera digadang-gadang bisa menjadi salah satu solusi mengurangi angka backlog perumahan di Indonesia.
Sementara di sisi lain, dianggap berpotensi menimbulkan masalah dan beban baru. Tak hanya bagi pekerja sebagai peserta, melainkan juga pengusaha sebagai pemberi kerja.
Sebelum resmi beroperasi, Tapera telah melalui perjalanan panjang yang bermula sejak Tahun 2012.
Baca juga: Pengelolaan Dana Tapera Menuai Kritik
Pada saat itu, arsip pemberitaan Harian Kompas 17 Oktober 2014 menyebutkan, beberapa program sudah dijalankan pemerintah.
Tetapi, dengan keterbatasan anggaran, program ini tak bisa menyelesaikan persoalan kebutuhan permukiman penduduk dalam waktu singkat.
Di samping itu, pemerintah juga sudah meluncurkan skema pembiayaan berupa fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP).
Kebutuhan akan penyediaan perumahan pada waktu itu disebut akan terjawab dengan adanya skema Tapera.
Konsepnya adalah dengan tabungan, pekerja bisa memanfaatkan untuk mendapatkan hunian.
Untuk itulah, diperlukan aturan guna mengakomodasi kebutuhan tersebut. Pada akhirnya, terbitlah Rancangan Undang-Undang (RUU) Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Pembahasannya sudah dilaksanakan sejak 2012, namun, RUU tersebut baru disahkan empat tahun kemudian.
Dalam perjalanannya, pembahasan RUU Tapera menuai kontroversi. Pada tahun 2014, Pemerintah meminta RUU tersebut ditunda karena akan membebani uang negara.
Baca juga: Mempertanyakan Tanggung Jawab Kemenpera di RUU Tapera
Harian Kompas 25 Februari 2016 juga mengabarkan, bahkan pada saat-saat akhir pembahasan RUU, pasal mengenai besaran iuran kepesertaan dihapuskan dari draf dan akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP).
Penghapusan besaran iuran tersebut dilakukan sebagai kompromi dengan pelaku usaha yang tidak setuju dengan adanya UU Tapera, karena dikhawatirkan akan memberatkan dunia usaha.
Lalu pada tahun 2016, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) mengesahkan Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2016 Tentang Tabungan Perumahan Rakyat pada 24 Februari 2016.
Baca juga: UU Tapera Resmi Disahkan
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono kala itu mengatakan, pembentukan UU Tapera merupakan hal yang tepat sebagai bentuk kehadiran Negara untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal layak huni dan terjangkau.
Meski saat itu UU sudah disahkan, namun Tapera belum dapat dilaksanakan. Penyebabnya tak lain karena masih menunggu sejumlah persiapan seperti PP dan pemilihan komisioner.
Jalan panjang menghimpun dana untuk pembiayaan perumahan belum usai. Setelah UU Tapera diresmikan, tahap selanjutnya adalah membentuk Komite Tapera dan badan pengelola.
Pada waktu itu, UU Tapera mengamanatkan pembentukan Komite Tapera dalam waktu tiga bulan setelah undang-undang disahkan. Komite ini pada akhirnya terbentuk setelah enam bulan UU disahkan.
Anggota Komite Tapera berjumlah lima orang, terdiri dari Menteri PUPR, Menteri Keuangan, Menteri Ketenagakerjaan, satu komisioner Otoritas Jasa Keuangan sebagai anggota Komite Tapera ex officio, dan satu anggota Komite Tapera dari kalangan profesional.
Komite ini memiliki kewenangan merumuskan kebijakan umum dan strategis dalam pengelolaan Tapera.
Selain itu, Komite Tapera berwenang mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian komisioner dan deputi komisioner dari jabatannya kepada Presiden.
Komite ini juga melaksanakan tugas pembinaan dan pengelolaan Tapera, merumuskan ketentuan gaji, tunjangan, dan fasilitas lainnya bagi Komisioner dan Deputi Komisioner yang merupakan anggota BP Tapera.
Baca juga: Terlambat Enam Bulan, Komite Tapera Akhirnya Terbentuk
Terbentuknya Komite Tapera diikuti pula oleh pembentukan komisioner dan deputi komisioner Badan Pengelolaan (BP) Tapera
Pengelolaan Tapera menjadi tangung jawab BP Tapera, yang dipimmpin oleh satu komisioner dan palling banyak empat deputi komisioner.
Keempat deputi ini meliputi bidang pengerahan, bidang pemungutan, bidang pemupukan, serta bidang administrasi dan hukum.
Badan ini mengemban tiga pokok dalam menyelenggarakan sistem tabungan perumahan untuk pendanaan jangka panjang yang berkelanjutan.
Baca juga: Komisioner BP Tapera Resmi Dilantik
Tugas lembaga ini yakni melakukan pengerahan atau menghimpun lalu melakukan pemupukan dana Tapera.
Artinya, BP Tapera bertugas mengembangkan dana tabungan masyarakat yang sudah dihimpun untuk diinvestasikan sehingga jumlahnya terus bertambah.
Tugas selanjutnya adalah pemanfaatan dana Tapera. Nantinya para peserta bisa memanfaatkan tabungannya untuk membeli rumah baru, merenovasi, dan membangun rumah di atas tanah miliknya sendiri.
Ada lima orang yang diangkat dalam susunan kepengurusan BP Tapera, yaitu Adi Setianto sebagai Komisioner.