Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Jalan Panjang Tabungan Perumahan Rakyat

Di satu sisi Tapera digadang-gadang bisa menjadi salah satu solusi mengurangi angka backlog  perumahan di Indonesia. 

Sementara di sisi lain, dianggap berpotensi menimbulkan masalah dan beban baru. Tak hanya bagi pekerja sebagai peserta, melainkan juga pengusaha sebagai pemberi kerja.

Sebelum resmi beroperasi, Tapera telah melalui perjalanan panjang yang bermula sejak Tahun 2012.

Pada saat itu, arsip pemberitaan Harian Kompas 17 Oktober 2014 menyebutkan, beberapa program sudah dijalankan pemerintah.

Tetapi, dengan keterbatasan anggaran, program ini tak bisa menyelesaikan persoalan kebutuhan permukiman penduduk dalam waktu singkat.

Di samping itu, pemerintah juga sudah meluncurkan skema pembiayaan berupa fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP).

Kebutuhan akan penyediaan perumahan pada waktu itu disebut akan terjawab dengan adanya skema Tapera.

Konsepnya adalah dengan tabungan, pekerja bisa memanfaatkan untuk mendapatkan hunian.

Untuk itulah, diperlukan aturan guna mengakomodasi kebutuhan tersebut. Pada akhirnya, terbitlah Rancangan Undang-Undang (RUU) Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Pembahasannya sudah dilaksanakan sejak 2012, namun, RUU tersebut baru disahkan empat tahun kemudian.

Dalam perjalanannya, pembahasan RUU Tapera menuai kontroversi. Pada tahun 2014, Pemerintah meminta RUU tersebut ditunda karena akan membebani uang negara.

Harian Kompas 25 Februari 2016 juga mengabarkan, bahkan pada saat-saat akhir pembahasan RUU, pasal mengenai besaran iuran kepesertaan dihapuskan dari draf dan akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP).

Penghapusan besaran iuran tersebut dilakukan sebagai kompromi dengan pelaku usaha yang tidak setuju dengan adanya UU Tapera, karena dikhawatirkan akan memberatkan dunia usaha.

Lalu pada tahun 2016, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) mengesahkan Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2016 Tentang Tabungan Perumahan Rakyat pada 24 Februari 2016.

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono kala itu mengatakan, pembentukan UU Tapera merupakan hal yang tepat sebagai bentuk kehadiran Negara untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal layak huni dan terjangkau.

Meski saat itu UU sudah disahkan, namun Tapera belum dapat dilaksanakan. Penyebabnya tak lain karena masih menunggu sejumlah persiapan seperti PP dan pemilihan komisioner.

Pembentukan Komite dan Badan Pengelola Tapera

Jalan panjang menghimpun dana untuk pembiayaan perumahan belum usai. Setelah UU Tapera diresmikan, tahap selanjutnya adalah membentuk Komite Tapera dan badan pengelola.

Pada waktu itu, UU Tapera mengamanatkan pembentukan Komite Tapera dalam waktu tiga bulan setelah undang-undang disahkan. Komite ini pada akhirnya terbentuk setelah enam bulan UU disahkan.

Anggota Komite Tapera berjumlah lima orang, terdiri dari Menteri PUPR, Menteri Keuangan, Menteri Ketenagakerjaan, satu komisioner Otoritas Jasa Keuangan sebagai anggota Komite Tapera ex officio, dan satu anggota Komite Tapera dari kalangan profesional.

Komite ini memiliki kewenangan merumuskan kebijakan umum dan strategis dalam pengelolaan Tapera.

Selain itu, Komite Tapera berwenang mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian komisioner dan deputi komisioner dari jabatannya kepada Presiden.

Komite ini juga melaksanakan tugas pembinaan dan pengelolaan Tapera, merumuskan ketentuan gaji, tunjangan, dan fasilitas lainnya bagi Komisioner dan Deputi Komisioner yang merupakan anggota BP Tapera.

Terbentuknya Komite Tapera diikuti pula oleh pembentukan komisioner dan deputi komisioner Badan Pengelolaan (BP) Tapera

Pengelolaan Tapera menjadi tangung jawab BP Tapera, yang dipimmpin oleh satu komisioner dan palling banyak empat deputi komisioner.

Keempat deputi ini meliputi bidang pengerahan, bidang pemungutan, bidang pemupukan, serta bidang administrasi dan hukum.

Badan ini mengemban tiga pokok dalam menyelenggarakan sistem tabungan perumahan untuk pendanaan jangka panjang yang berkelanjutan.

Tugas lembaga ini yakni melakukan pengerahan atau menghimpun lalu melakukan pemupukan dana Tapera.

Artinya, BP Tapera bertugas mengembangkan dana tabungan masyarakat yang sudah dihimpun untuk diinvestasikan sehingga jumlahnya terus bertambah.

Tugas selanjutnya adalah pemanfaatan dana Tapera. Nantinya para peserta bisa memanfaatkan tabungannya untuk membeli rumah baru, merenovasi, dan membangun rumah di atas tanah miliknya sendiri.

Ada lima orang yang diangkat dalam susunan kepengurusan BP Tapera, yaitu Adi Setianto sebagai Komisioner.

Kemudian, Eko Ariantoro sebagai Deputi Komisioner Bidang Pengerahan Dana Tapera, dan Gatut Subadio sebagai Deputi Komisioner Bidang Pemupukan Dana Tapera.

Lalu, Ariev Baginda Siregar seabgai Deputi Komisioner Bidang Pemanfaatan Dana Tapera, dan Nostra Tarigan sebagai Deputi Komisioner Bidang Hukum dan Administrasi.

Selanjutnya, pada tahap awal, BP Tapera akan mendapatkan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 2,5 triliun.

Dana PMN tersebut akan digunakan untuk modal operasional sebesar Rp 2 triliun dan belanja modal atau capital expenditure senilai Rp 500 miliar.

Terbitnya PP Penyelenggaraan Tapera

Setelah pembentukan Komite dan BP Tapera, pada 20 Mei 2020, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) No 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Terbitnya PP ini membuat BP Tapera dapat segera beroperasi. Peraturan tersebut juga menyebutkan besaran simpanan peserta yang sebelumnya tidak dicantumkan dalam UU Tapera.

Simpanan yang ditetapkan sebesar 3 persen dari gaji atau upah dan ditanggung bersama oleh pemberi kerja sebesar 0,5 persen dan karyawan sebesar 2,5 persen.

Dasar perhitungan untuk menentukan gaji atau upah ditetapkan sama dengan program jaminan sosial lainnya yakni, maksimal sebesar Rp 12 juta.

Tak hanya itu, PP ini juga menyebutkan bahwa seluruh pekerja wajib menjadi peserta Tapera.

Deputi Komisioner Bidang Pengerahan Dana Tapera Eko Ariantoro menuturkan pihaknya sudah memetakan potensi pekerja yang akan bergabung menjadi peserta Tapera.

Eko mengatakan, sebanyak 4,2 juta ASN diperkirakan akan menjadi peserta. Sementara selama 5 tahun periode pertama BP Tapera, lembaga ini diperkirakan dapat menghimpun sekitar 13 juta peserta.

"Bahwa dalam 5 tahun periode pertama BP Tapera beropasi sampai 2024, target kami, sekitar 13 juta peserta. ini adl kelompok peserta," kata Eko.

Kepesertaan

Kriteria peserta Tapera adalah Aparatur Sipil Negara (ASN) eks peserta Taperum-PNS maupun ASN baru.

Selanjutnya, kepesertaan akan diperluas secara bertahap untuk segmen pekerja penerima upah di Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).

Kemudian TNI/Polri, pekerja swasta, pekerja mandiri, hingga pekerja sektor informal. Kepesertaan Tapera juga berlaku bagi pekerja dan pekerja mandiri yang berusia minimal 20 tahun.

Komisioner BP Tapera Adi Setianto mengatakan, kepesertaan untuk pekerja swasta paling lama dilaksanakan tujuh tahun setelah PP Penyelenggaraan Tapera diterbitkan.

Syarat lain adalah penghasilan paling sedikit sebesar upah minimum, seperti tertulis pada pasal 5 dalam PP Tapera.

Bagaimana dengan pekerja mandiri yang berpenghasilan di bawah upah minimum? Mereka tetap dapat menjadi peserta.

Sementara itu, pasal 65 menyebutkan masyarakat yang telah menerima manfaat dana Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dapat dicatat sebagai peserta.

Tak hanya itu, Pemerintah juga mewajibkan Warga Negara Asing (WNA) menjadi peserta Tapera.

WNA tersebut tentu akan membayar kewajiban iuran sama seperti pekerja WNI karena mereka juga mendapatkan penghasilan di Indonesia. Nantinya, perusahaan tempat warga asing tersebut bekerja diwajibkan untuk mendaftarkan mereka menjadi peserta.

BP Tapera juga terbuka bagi pekerja asing yang mengoperasikan usaha mandiri untuk mendaftarkan diri sebagai peserta.

Dana yang terhimpun, nantinya akan dikembalikan beserta hasil pemupukan selama mereka menjadi peserta, ketika kembali ke negaranya masing-masing.

Manfaat

Bagi perserta yang memenuhi kriteria Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yaitu berpenghasilan maksimal Rp 8 juta dan belum memiliki rumah berhak mengajukan manfaat pembiayaan perumahan dengan bunga murah untuk membeli rumah menggunakan skema KPR.

Manfaat pembiayaan ini, dapat diajukan oleh peserta yang memenuhi kriteria setelah satu tahun masa kepesertaan, melalui berbagai pilihan bank dan lembaga pembiayaan lain yang tersedia.

Tapera juga memberikan fleksibilitas pembiayaan dengan prinsip plafon kredit yang ditetapkan sesuai standar minimum rumah layak huni.

Lantas bagaimana jika peserta MBR sudah memiliki rumah? Adi menjelaskan, peserta MBR dapat memanfaatkan dana Tapera untuk membiayai renovasi rumahnya.

Selain itu, peserta MBR yang telah memiliki hunian juga berhak untuk mendapatkan manfaat lain berupa pembangunan rumah di lahan milik sendiri.

"Kalau sudah punya rumah, ada lagi fasilitas untuk renovasi. Dan kalau udah punya tanah, ada lagi tunjangan untuk membangun rumah," ujar Adi.

Sementara bagi peserta non-MBR, dapat mengambil simpanan berikut hasil pemupukannya pada akhir masa kepesertaan.

Pengelolaan dana Tapera

Pada tahap awal dana peserta eks Taperum-PNS akan diperhitungkan sebagai saldo awal bagi Peserta PNS Aktif.

Saldo awal peserta ini kemudian dikelola menggunakan model kontrak investasi dan sebagian dialokasikan dalam pelaksanaan initial project pembiayaan perumahan bagi peserta Tapera.

Simpanan peserta akan dikelola dan diinvestasikan oleh BP Tapera dengan bekerja sama dengan Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), Bank Kustodian, dan Manajer Investasi (MI).

Peserta juga dapat memantau hasil pengelolaan simpanannya setiap saat melalui berbagai kanal informasi yang disediakan oleh BP Tapera dan KSEI.

Dalam menentukan kriteria bank kustodian dan MI yang akan mengelola dana Tapera, pihaknya telah berkonsultasi dengan KSEI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), serta asosiasi.

"Saat menentukan MI kami buat kriteria. Kami ingin setransparan mungkin," kata Adi.

Untuk itulah, BP Tapera telah melakukan diskusi dengan tiga bank besar yakni PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.

Dari diskusi tersebut, Adi mengatakan, BP Tapera akhirnya memilih BRI sebagai bank kustodian.

"Kami ngobrol dengan direksi terkait karena menyangkut investasi. Dari diskusi akhirnya kami pilih adalah Bank BRI, karena ada komitmen," ucap Adi.

Gatut mengatakan, mereka bekerja sama dengan berbagai pihak untuk memastikan MI yang dipilih memiliki kredibilitas serta rekam jejak yang baik.

"Untuk sementara MI yang kami tunjuk itu ada lima," kata dia.

Namun penunjukan MI sebagai pengelola dana Tapera menuai kritik. Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda menilai, Tapera seharusnya berperan sebagai lembaga nirlaba.

Dengan demikian, tidak diperlukan MI untuk mengelola dana Tapera. Penunjukkan MI dinilai memiliki risiko kerugian.

Pengelolaan dana yang diserahkan kepada manajer investasi, menurut Ali, membuat lembaga tersebut lebih berorientasi ke arah komersial.

Terlebih, potensi dana Tapera yang terkumpul dapat mencapai Rp 50 triliun setahun.

"Bila hasil kelola merugi maka berdasarkan UU Pasar Modal, manajer investasi tidak bisa disalahkan karena kerugian investasi," kata Ali dalam keterangan tertulis kepada Kompas.com, Kamis (4/6/2020).

Ali juga menyoroti pengawasan lembaga ini. Pengawasan seharusnya melibatkan peserta Tapera, dalam hal ini masyarakat, profesional, dan para pengusaha.

"Dengan kelolaan manager investasi dapat bertendensi ke arah komersial dengan bancakan pihak-pihak tertentu," ucap dia.

Pro dan kontra

Ketua DPD REI Jawa Barat Joko Suranto angkat bicara. Dia menilai, PP Tapera bagus sebagai landasan operasional BP Tapera.

Akan tetapi, peraturan ini bukanlah solusi yang menguntungkan para pihak yang terlibat dan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sebagai kelompok sasaran.

Mekanisme pengumpulan dana juga disebut semakin membebani. Menurutnya, masalah fundamental dari pengembangan rumah murah untuk MBR terutama saat Pandemi Covid-19 ini adalah kurangnya stimulus dan relaksasi perbankan.

Pemerintah, sebut Joko, seharusnya fokus pada perbaikan layanan perbankan untuk pasar rumah MBR.

Layanan perbankan harus tepat sasaran, efektif, efisien, taktis, dan merangkul seluruh pekerja, baik formal maupun mandiri.

Pemerintah juga dianggap belum sepenuhnya mendengarkan kritik yang selama ini disampaikan oleh pengusaha maupun pengamat.

Bahkan Ali menyebut, Tapera berpotensi menambah beban pengusaha di samping BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, dan lainnya.

Pemerintah seharusnya memanfaatkan lembaga yang sudah ada dengan sistem satu iuran.

Iuran tersebut kemudian dibagi untuk beberapa sektor, seperti kesehatan, pendidikan, pensiun, dan perumahan. Dengan cara ini, pengusaha tidak perlu dibebani iuran berbeda.

Di lain pihak, Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah menyambut antusias dengan diterbitkannya PP tersebut.

Menurutnya, PP Tapera juga membuat masyarakat dapat membeli rumah dengan bunga khusus yang jauh lebih rendah dari melalui dana Tapera.

Menurut Junaidi, adanya Tapera membuat industri perumahan jauh lebih sejahtera ketimbang saat ini. 

https://properti.kompas.com/read/2020/06/06/204052821/jalan-panjang-tabungan-perumahan-rakyat

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke