Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rumah Hemat Energi Mampu Perpanjang Usia Bumi

Kompas.com - 06/09/2019, 23:44 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Bumi bekerja tanpa henti mengalirkan energi bagi semesta. Sebagai organisme yang hidup, bumi membutuhkan saat-saat istirahat untuk memulihkan energi kehidupan. Lalu, kapan bumi beristirahat?

Pakar energi yang juga pendiri Green Building Council Indonesia (GBCI) Rana Yusuf Nasir menegaskan, hemat energi hanya teori jika tidak dipraktikkan lewat gaya hidup.

Menurutnya, bangunan gedung menghabiskan lebih dari sepertiga sumber daya dunia untuk konstruksinya, menggunakan 40 persen dari total energi global dan menghasilkan 40 persen dari total emisi green house gas (GHG).

Padahal, pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menginisiasi gerakan green property dengan menerbitkan Peraturan Menteri PUPR Nomor 1 Tahun 2015 tentang Bangunan Gedung Hijau.

Baca juga: Onduline Gelar Kompetisi Desain Atap OGRA 2019

Mandatorinya, bangunan gedung seluas di atas 5.000 meter persegi harus bersertifikasi Green Building.

Atap hijau, salah satu upaya memperpanjang usia bumi.Dokumentasi Onduline Indonesia Atap hijau, salah satu upaya memperpanjang usia bumi.
“Faktanya baru 44 persen gedung baru di Jakarta yang menerapkan konsep itu. Sementara gedung-gedung lama ;masih tidur'," kata Rana dalam acara diskusi Smart & Green Building di Pameran Bahan Bangunan IndoBuildTech Expo 2019 di Tangerang, beberapa waktu lalu.

Efisiensi energi pada bangunan lama akan memberikan kontribusi yang lebih tinggi terhadap keseluruhan upaya efisiensi energi di sektor bangunan.

Di area Jakarta sendiri, lahan hijau tidak lebih dari 10 persen. Sementara kota ini butuh 650 hektar tambahan lahan hijau dari asumsi 10 persen luas wilayah yang diperkirakan 65.000 hektar.

Bagaimana solusinya?

“Emisi gas rumah kaca harus diturunkan. Caranya lewat penerapan konsep go green, termasuk program satu miliar pohon dan gerakan atap ‘hijau’ atau green roof,” ujar Rana.

Atap ramah lingkungan juga diklaim dapat menambah daya tahan atap rumah atau bangunan karena melindungi dari sinar ultraviolet dengan tumbuhan sebagai pelindung dari cuaca.

Country Director PT Onduline Indonesia Tatok Prijobodo menjelaskan, berdasarkan studi tahun 2005 oleh Brad Bass dari University of Toronto, penggunaan atap hijau dapat menyerap hujan, menyediakan zona isolasi bagi penghijauan, mengurangi pendinginan hingga 90 persen serta mengurangi efek pemanasan global.

“Manfaatnya sangat besar bagi anak cucu kita kelak,” imbuh Tatok.

Di Portland, Amerika Serikat, pemerintahnya mengadakan program Portland Ecoroof, yang memberikan insentif bagi para [engembang yang merancang bangunan dengan sistem atap hijau.

Material atap hijau menjadi solusi sekaligus bagian dari sistem arsitektur untuk meningkatkan kualitas hidup manusia.

"Mengaplikasikan atap hijau pada rumah atau bangunan komersial turut menjadikan bumi ini sebagai hunian yang lebih baik,” kata Tatok.

Onduline telah merancang produk atap hijau Ondugreen. Genteng ini dirancang mampu menurunkan suhu udara akibat urban hear island effect, yakni kondisi panas yang terjadi hanya di area kota.

Guna memberikan apresiasi terkait rancangan bangunan ramah lingkunganm Onduline menggelar ajang kompetisi gerakan atap hijau Onduline Green Roof Award.

Pada tahun ke-4 ini, tema utamanya adalah Tropical Green Roof System. Seluruh karya masih terbuka untuk didaftarkan hingga akhir Oktober 2019.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau