Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dony Pasaribu
Arsitek

Anggota Profesional IAI DKI Jakarta, dan Pengurus Nasional IAI Badan Arsitektur Berkelanjutan

Benarkah Arsitek Ikut Bertanggung Jawab Atas Kemacetan Kota?

Kompas.com - 24/10/2020, 11:04 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PADA artikel berjudul Arsitek Ikut Bertanggung Jawab Atas Kemacetan Kota, Bung Deddy Herlambang membukanya dengan argumen bahwa perencanaan bangunan ketika terealisasi, berpotensi menimbulkan kemacetan lalu lintas baru.

Hal ini bisa terjadi karena terdapat pergerakan orang atau bangkitan ekonomi baru di kawasan bangunan gedung tersebut.

Benar sekali, bahkan bukan hanya potensi, tapi pasti menimbulkan pergerakan (baru) orang-orang dari dan menuju kawasan gedung tersebut. Kecuali kalau gedungnya tidak laku alias kosong.

Tapi, adalah tidak tepat bila serta merta Bung Deddy mengatakan gedung baru menimbulkan kemacetan lalu lintas baru.

Perlu diketahui, kemacetan lalu lintas bukan efek langsung dari adanya gedung baru. Kemacetan lalu lintas adalah efek dari banyak hal. Di antaranya karena jumlah kendaraan melebihi kapasitas jalan.

Sementara keberadaan gedung baru tidak otomatis menimbulkan kemacetan. Bila gedung baru tersebut terletak di area dengan kapasitas jalan yang cukup, ya tentu tidak akan menimbulkan kemacetan.

Sebaliknya bila gedung baru tersebut mengikuti peruntukkan dan intensitas pembangunan seperti koefisien dasar bangunan (KDB), dan koefisien lantai bangunan (KLB) sesuai dengan aturan pemerintah, tentu tidak akan menimbulkan kemacetan.

Karena teorinya, intensitas pembangunan ditentukan oleh kapasitas jalan. Jadi, tidak akan sesederhana yang disebut Bung Deddy bahwa gedung baru pasti menimbulkan kemacetan.

Bung Deddy melanjutkan dengan mengatakan “arsitek selalu membangun gedung baru berikut fasilitas parkirnya, yang secara tidak langsung menambah kemacetan lalu lintas”.

Pertama yang harus diluruskan, bukan arsitek yang membangun gedung baru. Yang membangun gedung adalah pemilik proyek. Arsitek hanya membantu pemilik proyek mendesainkan gedungnya.

Kedua, arsitek mengadakan fasilitas parkir di gedung yang didesainnya karena tuntutan peraturan dan kebutuhan klien.

Jadi tidak mungkin arsitek meniadakan gedung parkir “agar tidak menambah kemacetan” karena itu bertentangan dengan peraturan yang menuntut. 

Mengatakan fasilitas parkir akan menambah kemacetan tidak tepat. Dan bahkan pada banyak kasus di Indonesia, kalau tidak ada gedung parkir (atau kurang) justru menimbulkan kemacetan lalu lintas karena pemilik mobil akan memarkirkannya di jalan.

Lihat saja salah satu apartemen di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan, yang kekurangan tempat parkir. Adalah logika yang kurang tepat bila mengatakan semata-mata ruang parkir mengundang orang gemar menggunakan kendaraan pribadi.

Seseorang menggunakan kendaraan pribadi karena banyak hal, yakni tidak ada transportasi umum layak dan murah, ingin lebih aman, karena merasa ada kemudahan-kemudahan yang didapat dengan menggunakan kendaraan pribadi, lebih hemat, ingin terlihat keren, dan macam alasan lain.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau