Selain itu, kepemilikan apartemen oleh WNA sejak PP Nomor 103 Tahun 2015 dikeluaran pun, tidak terbukti mampu mendongkrak ketertarikan mereka membeli apartemen di Indonesia.
Ali menganggap, ruwetnya proses kepemilikan menjadi kendala serius sehingga WNA tidak terlalu antusias.
Pendapat senada dikemukakan Senior Associate Director Research Colliers International Indonesia Ferry Salanto.
Menurut dia, peraturan kepemilikan WNA atas apartemen sebelum UU Cipta Kerja, belum bisa membuat sektor properti Indonesia bergerak signifikan.
Ferry menyebut tiga faktor yang menjadi kendala, yakni status tanah, batasan harga, dan keimigrasian atau lebih spesifik lagi izin tinggal WNA.
Baca juga: Ingat, WNA Hanya Punya Dua Hak Atas Tanah di Indonesia
"Pemerintah harus menyinkronkannya dengan UUPA mengenai status tanah apartemen, batasan harga juga harus ditetapkan, dan masalah keimigrasian. Jika semua sinkron, akan menarik WNA untu beli apartemen di Indonesia," tutur Ferry.
Dari ketiga faktor tersebut, keimigrasian WNA dianggap menjadi penghambat terbesar. Hanya WNA yang telah memiliki Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) dan Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP) yang diperbolehkan membeli apartemen.
Hal ini berbeda dengan di Singapura, WNA bisa membeli apartemen meskipun mereka tidak tinggal dan menetap (berdomisili) di negara itu.
"Jangan sampai muncul negative feedback, karena seharusnya UU Cipta Kerja bisa menjadi katalis buat investasi asing," imbuh Ferry.
Jika pun kemudian Pemerintah membuat peraturan turunan dari UU Cipta Kerja, haruslah yang bisa menggairahkan kepemilikan WNA dengan cara menghilangkan kewajiban memiliki KITAS dan atau KITAP.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.