JAKARTA, KOMPAS.com - Sektor properti masih belum bangkit dari keterpurukannya. Hal ini terbukti dari kinerja penjualan apartemen di Jakarta, yang tidak kunjung mengalami perbaikan.
Menurut laporan Leads Property Indonesia terdapat 21.501 apartemen yang tidak laku di pasaran hingga 31 Agustus 2020.
Rinciannya, sebanyak 4.843 unit merupakan apartemen untuk kelas menengah bawah dengan rentang harga Rp 16 juta-Rp 20 juta per meter persegi
Kemudian 10.554 unit untuk apartemen kelas menengah atas dengan kisaran harga Rp 20 juta-Rp 40 juta per meter persegi.
Dan upper class atau mewah dengan rentang harga di atas 40 juta per meter persegi.
Baca juga: Ini Apartemen Murah Dekat Stasiun Kereta dan LRT
Berdasarkan distribusi wilayah, kawasan Jakarta Selatan mendominasi apartemen tak laku dengan jumlah 9.186 unit.
Disusul kawasan Jakarta Barat dengan 5.927 unit. Kemudian Jakarta Utara 2.234, dan Jakarta Pusat 1.441 unit.
Khusus CBD Jakarta terdapat 2.713 unit yang merupakan apartemen dengan klasifikasi mewah.
CEO Leads Property Indonesia Hendra Hartono mengatakan selain faktor perlambatan yang telah terjadi sejak tiga tahun terakhir akibat lesunya ekonomi global, dan Pandemi Covid-19 yang memperparah keadaan, juga pengetatan kredit pemilikan apartemen (KPA).
"Ketatnya penyaluran KPA yang bergantung pada kebijakan masing-masing bank sangat berpengaruh. Langkah ini sebagai seleksi ya," kata Hendra menjawab Kompas.com, Selasa (15/9/2020).
Meski demikian, menurut Hendra, masih ada juga bank yang murah hati untuk tetap menyalurkan KPA-nya dengan persyaratan yang longgar.
Baca juga: Tiga Apartemen Murah di Bawah Rp 500 Juta
Hal ini dilakukan agar bisnis perbankan sebagai pemberi kredit tetap berjalan meski di tengah krisis kesehatan dan perlambatan ekonomi.
Sementara yang selektif, dipengaruhi payroll nasabah KPA, apakah terganggu, atau masih stabil. Yang masih stabil, kemungkinan besar akan lebih diutamakan.
Di sisi lain, banyak juga bank yang mengutamakan penyaluran KPA untuk apartemen baru khususnya yang dibangun oleh pengembang dengan reputasi positif.
"Jadi, itu juga tergantung dari profil nasabah masing masing bank. Bila sebagian besar payroll nasabah konsisten, maka bank akan tetap terus menyalurkan KPA," kata Hendra.