JAKARTA, KOMPAS.com - Pasca-penandatanganan Perjanjian Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) untuk proyek pengembangan Bandara Udara Komodo, Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada Jumat (7/2/2020), belum terdengar perkembangan lanjutan.
Terlebih saat Pandemi Covid-19 yang berdampak signifikan terhadap seluruh sektor, termasuk bisnis dan jasa penerbangan, membuat proyek infrastruktur konektivitas udara ini membutuhkan solusi komprehensif.
Group Head of Business Development PT Cardig Aero Services Tbk (CASS) yang juga menjabat sebagai Presiden Direktur PT Cinta Airport Flores (CAF) Iman Oloan Sjafar menuturkan, masa transisi yang dilakukan usai penadantanganan KPBU terhambat pandemi Covid-19.
"Adanya pandemi Covid-19 mengubah drastis bisnis penerbangan yang turun hingga 60-90 persen. Karena itu, kami terus melakukan diskusi secara intensif dengan Pemerintah (Kementerian Perhubungan) mencari terobosan dan jalan keluar," ujar Iman dalam konferensi pers virtual, Senin (24/8/2020).
Baca juga: Juli 2020, Bandara Komodo Naik Status Jadi Bandara Internasional
Iman melanjutkan, Pemerintah menawarkan beberapa relaksasi untuk memperbaiki kondisi ini karena proyek pengembangan Bandara Komodo sangat penting.
Sebagaimana diketahui, keberadaan Bandara Komodo merupakan fasilitas pendukung dari Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Labuan Bajo yang masuk dalam program kawasan pariwisata super-premium dan super-prioritas.
Iman mengharapkan, relaksasi yang ditawarkan dapat memperbaiki keadaan sehingga bisa menjadi solusi terbaik (win-win solutioni) baik bagi Pemerintah maupun swasta, dalam hal ini konsorsium CAF.
CAF merupakan Badan Usaha Pelaksana (BUP) yang dibentuk PT Cardig Aero Services Tbk (CASS), Changi Airports International PTE LTD (CAI) dan perusahaan affiliasinya.
Dalam struktur pemegang saham CAF, CASS tercatat sebagai pemegang saham mayoritas dengan porsi 80 persen dari total saham. Sementara, CAI dan afiliasinya tercatat memiliki 20 persen dari total saham CAF.
CAF menjadi pionir proyek pengembangan bandar udara di Indonesia yang menggunakan skema KPBU.
Adapun bentuk skema KPBU ini mencakup rancang-bangun-pembiayaan-guna pelihara-serah atau Design Build Finance Operate Maintain Transfer (DBFOMT) dengan masa konsesi 25 tahun.
Meski proyek KPBU ini terhambat Pandemi Covid-19, namun CASS masih mampu membukukan pendapatan bersih konsolidasi yang mencapai Rp 707,7 miliar selama enam bulan pertama 2020.
Rinciannya, pendapatan yang dicapai pada Kuartal I mencapai Rp 500,4 miliar dan Kuartal II sebesar Rp 207,3 miliar.
Baca juga: Cardig Optimistis Menangi Tender Pengelolaan Bandara Komodo
Pendapatan pada Semester I-2020 ini lebih rendah 32,1 persen dibanding periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp 1,041 triliun.
Direktur Keuangan Sutji Relowati mengatakan, penurunan ini disebabkan Pandemi Covid-19 yang berdampak signifikan terhadap kinerja Kuartal II.