JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia menempati posisi kelima sebagai kawasan manufaktur dengan biaya paling kompetitif di dunia.
Posisi Indonesia berada di bawah China, India, Vietnam, dan Malaysia, serta mengungguli 43 negara lainnya yang disurvei oleh Cushman & Wakefield.
Indonesia mempertahankan posisi kelima teratas dari tahun 2019 lalu sementara China mempertahankan posisi terdepan.
Sementara Vietnam dan India masing-masing melompat ke posisi kedua dan ketiga.
Dalam laporan Indeks Risiko Manufaktur atau Manufacturing Risk Index (MRI) 2020, Cushman & Wakefield menilai industri manufaktur Indonesia menarik dari segi kondisi operasi dan perspektif daya saing biaya.
MRI tahunan ini memberi skor pada masing-masing negara untuk 20 variabel yang mencakup kondisi, biaya, dan risiko.
Pemeringkatan ini lebih menekankan pada pengurangan biaya untuk memberikan skor yang lebih tinggi kepada negara-negara di mana biaya operasi, termasuk tenaga kerja lebih rendah.
Data yang mendasari MRI berasal dari beragam sumber yang dapat diandalkan termasuk Bank Dunia, UNCTAD dan Oxford Economics.
Baca juga: Jawa Tengah Trending, Bakal Primadona Baru Kawasan Industri?
MRI 2020 juga mencakup analisis dampak Covid-19 pada sektor manufaktur global dan kemampuan negara-negara tersebut memulai kembali sektor manufaktur mereka begitu situasi kembali normal.
Director Industrial and Land Sales Cushman & Wakefield Indonesia Wira Agus menuturkan peringkat Indonesia berada di lima besar dunia berdasarkan rencana pemerintah dalam mendistribusikan kembali kawasan-kawasan manufaktur ke luar Pulau Jawa.
Rencana tersebut termasuk pembangunan Zona Ekonomi Khusus, dan percepatan pembangunan kawasan industri melalui insentif fiskal dan dan berbagai kebijakan lainnya.
Agus menambahkan, Pemerintah juga memiliki rencana meningkatkan infrastruktur logistik dengan mengembangkan tol laut.
"Meningkatkan infrastruktur fisik memang perlu, namun hal itu harus disertai dengan peningkatan keterampilan tenaga kerja terutama di provinsi di luar Jawa untuk mendorong lebih banyak perusahaan merealisasikan ekspansinya," jelas Agus dalam keterangannya kepada Kompas.com, Rabu (8/7/2020).
Sejatinya, pergeseran industri manufaktur menuju kawasan Asia Tenggara, telah lama berlangsung. Hal ini dipicu oleh, antara lain, upah minimum tenaga kerja di China yang terus tumbuh.
Selain itu, pesanan untuk produk padat karya, seperti pakaian, mainan dan sepatu, bergeser ke lokasi yang lebih murah seperti India, Bangladesh, Myanmar dan Vietnam.
Meski demikian, Head of Research Singapore and South East Asia Cushman & Wakefield Christine Lie negara-negara Asia Tenggara harus belajar banyak dari China.
Meskipun inisiatif pemerintah telah menarik banyak perusahaan untuk relokasi ke negara-negara Asia Tenggara, China tetap dapat mempertahankan keunggulan infrastruktur dengan kemampuan mendiatribusikan barang secara efisien melalui transportasi darat, kereta api atau laut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.