JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Legislasi ( Baleg) DPR telah melaksanakan rapat evaluasi Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020 dengan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Berdasarkan hasil rapat, ada 16 RUU yang ditarik dari Prolegnas Prioritas Tahun 2020, 4 RUU tambahan dari DPR dan pemerintah, serta 2 RUU yang diganti dengan RUU yang lain.
"Mengurangi 16 Rancangan Undang-Undang dari Prolegnas prioritas tahun 2020," kata Ketua Baleg Supratman Andi Agtas saat membacakan kesimpulan rapat, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (2/7/2020).
Salah satu RUU yang ditarik dari Prolegnas Prioritas, adalah RUU Pertanahan.
Terkait keputusan ini, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan A Djalil menegaskan belum bisa memberikan tanggapan atau komentar apa pun.
Baca juga: Sofyan Djalil Anggap UU Pokok Agraria Sudah Kuno
"Saya belum bisa memberikan komentar, karena belum mendapatkan salinan kesimpulan rapat evaluasi tersebut," ungkap Sofyan kepada Kompas.com, Jumat (3/7/2020).
Namun demikian Sofyan dapat menjelaskan bahwa sedianya RUU Pertanahan disahkan pada 24 September 2019 ini.
Karena mengalami penundaan akibat banyak masukan, dan kritikan dari masyarakat, maka RUU Pertanahan kembali dibahas dan masuk Prolegnas Prioritas tahun 2020.
Menurut dia, RUU Pertanahan ini penting karena mengakomodasi perkembangan zaman yang tak bisa lepas dari kemajuan teknologi informasi (TI).
"Saat ini kita hidup di zaman IT dengan masyarakat yang melek gawai dan perilaku serba digital, bukan lagi zaman agraris. Ini penting, dan kita harus menyesuaikan diri," imbuh Sofyan.
Fenomena itulah yang tidak diatur oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA) yang berlaku saat ini.
Dus, UUPA juga belum didukung aturan lain setingkat undang-undang (UU). Beleid aturan pendukung UUPA ini hanya berupa peraturan presiden (perpres), peraturan pemerintah (pp), dan peraturan menteri (permen).
Baca juga: Sofyan Menilai RUU Pertanahan Sudah Baik, Hanya Kurang Sosialisasi
Hal itu pun menimbulkan persoalan sendiri dalam pengelolaan pertanahan dalam negeri.
"Aturan pertanahan kita itu belum sistemik. Akibatnya, terjadi banyak masalah," kata Sofyan.
Satu di antaranya ketimpangan penguasaan aset tanah. Saat ini, indeks gini pertanahan mencapai 0,56.