JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 60 Tahun 2020 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur (Jabodetabek-Punjur).
Aturan tersebut merupakan revisi atas Perpres Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur (Jabodetabek-Punjur).
Pada Perpres tersebut, Pemerintah mengubah format kelembagaan koordinasi kawasan Jabdeotabek-Punjur untuk menyelesaikan isu strategis di kawasan tersebut.
Sebelum Perpres 60 Tahun 2020 ini terbit, kawasan Jabodetabek-Punjur dipimpin oleh Gubernur di masing-masing wilayah secara bergiliran.
Namun ternyata, sistem bergiliran tersebut kurang efektif sehingga perlu diperbaiki.
Dalam Perpres Nomor 60 Tahun 2020 tersebut, penataan kawasan Jabodetabek-Punjur diketuai oleh Menteri Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan A Djalil.
Adapun, kelembagaan penataan kawasan Jabodetabek-Punjur beranggotakan lima Menteri terkait yakni, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Menteri Keuangan (Menkeu), Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Kemudian, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Menteri Perhubungan (Menhub).
Sementara Gubernur di masing-masing wilayah Jabodetabek-Punjur menjabat sebagai Ketua Wilayah, yakni Gubernur DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat.
Baca juga: Menurut REI, Koridor Timur Jakarta Bakal Paling Cepat Bangkit
Menanggapi hal tersebut, Real Estat Indonesia (REI) meminta agar swasta atau pengembang juga turut dilibatkan.
"Alangkah baiknya ini ada keterwakilan oleh swasta (pengembang)," ucap Wakil Ketua Umum DPP REI Bidang Tata Ruang dan Pengembangan Kawasan Hari Ganie dalam konferensi virtual, Kamis (2/7/2020).
Menurut Ganie, Pemerintah perlu berkomunikasi dengan pengembang untuk mengembangkan kawasan tersebut. Termasuk koridor timur Jakarta.
Sebab, koridor timur Jakarta dinilai memiliki potensi besar sebagai kawasan mega-urban yang menghubungkan dua kota besar yakni, Jabodetabek dan Jawa Barat.
Ditambah, adanya infrastruktur integral di wilayah tersebut seperti, proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB).
REI memahami, Pemerintah tidak mungkin merangkul semua pengembang di kawasan koridor timur Jakarta.
Oleh karena itu, REI meminta salah satu asosiasi pengembang dapat menjadi perwakilan kelembagaan kawasan Jabodetabek-Punjur.
Baca juga: Sepuluh Tahun Lagi, Koridor Timur Jakarta Diprediksi Krisis Air Baku
Menurut Ganie, 15 pengembang yang telah membentuk konsorsium informal di koridor timur Jakarta dapat dilibatkan agar mereka bisa saling berkomunikasi dengan Pemerintah.
Merespon hal tersebut, Dirjen Penataan Ruang Kementerian ATR/BPN Abdul Kamarzuki mengatakan, pengembang dimungkinkan dapat terlibat dalam kelembagaan kawasan Jabodetabek-Punjur.
"Jadi, kalau ada asosiasi (pengembang) disitu bisa lebih baik untuk bersinergi (dengan Pemerintah)," kata Kamarzuki.
Menurut Kamarzki, hal ini bertujuan untuk pengembangan perumahan di kawasan koridor timur Jakarta dapat tertata dengan baik.
Kamarzuki menjelaskan, pembentukan kelembagaan tersebut sesungguhnya untuk mengatasi enam isu strategis di kawasan Jabodetabek-Punjur.
Termasuk banjir, ketersediaan air baku, sanitasi dan persampahan, permasalahan pesisir dan pulau reklamasi, kemacetan, serta antisipasi pemindahan Ibu Kota Negara (IKN).
Dengan adanya penataan ruang ini dapat mewujudkan Kawasan Perkotaan Jabodetabek-Punjur sebagai Kawasan Perkotaan yang merupakan pusat kegiatan perekonomian berskala internasional, nasional, maupun regional yang terintegrasi antara satu kawasan dan kawasan lainnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.