JAKARTA, KOMPAS.com - Lelaki kuning langsat itu mengedarkan pandangannya di lantai dasar Hotel ibis Kuta, Bali, Sabtu (11/4/2020) pagi.
Sepi. Hanya tampak petugas hotel, dan segelintir tamu yang seluruhnya merupakan rekan kerja Eri Wijaya Kusuma, nama lengkap lelaki itu.
Maksud hati ingin mengudap sarapan bersama, Eri mengurungkan niatnya karena pengelola hotel tidak lagi menyiapkan breakfast buffet sejak Covid-19 ditetapkan sebagai pandemi oleh Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organisation (WHO).
"Breakfast buffet ditiadakan. Selain sepi juga demi alasan keamanan dan kesehatan. Jadinya kami ambil yang ala carte," tutur Eri kepada Kompas.com.
Eri bercerita, kondisi Bali kini ibarat kota mati. Jalan-jalan protokol dan sejumlah destinasi wisata popular yang sebelum pandemi Corona meluas bak pasar malam, sekarang sunyi sepi.
Baca juga: Sudah 1.266 Hotel Tutup di Seluruh Indonesia, Termasuk Santika
Pantai Kuta ditutup, sejumlah pusat perbelanjaan menghentikan operasinya, dan pasar-pasar tradisional ikut menyetop aktivitasnya.
Tak hanya itu, lorong-lorong kota yang dulunya sarat kegiatan transaksi dan cengkerama para penjaja hasil karya seni dan turis mancanegara, lengang ditelan kala.
Bahkan, sejak Eri menginjakkan kaki di Bandara Internasional Ngurah Rai pada Jumat (10/4/2020) malam, kondisinya serupa. Kelam, dan senyap.
Ketika Pandemi Covid-19 meluas, sektor ini pun limbung. Akibatnya, Bali kehilangan penopangnya.
Kunjungan turis China, anjlok drastis. Mengacu pada statistik Kantor Imigrasi Provinsi Bali, hanya 4.820 turis China yang mengunjungi Bali pada bulan Februari tahun ini, hilang 96 persen dibandingkan bulan Januari.
Ini pun bukan turis yang datang langsung dari China, melainkan dari daerah lain sebelum mengunjungi Bali.
Padahal, China merupakan pasar terbesar ketiga teratas yang kerap mengunjungi Pulau Dewata ini.
Hal ini terlihat dari catatan pada Desember 2018 sampai Januari 2019, jumlah kedatangan turis dari Negeri Tirai Bambu ini mengalami peningkatan 44 persen dari 80.451 orang menjadi 115.491 orang.
Baca juga: Bisnis Perhotelan, di Antara Hantaman Pandemi dan Harapan Akhir Tahun
Kemudian pada bulan berikutnya, angka tersebut kembali naik menjadi 122.643 wisatawan.
Pada periode yang sama setahun kemudian, angka kunjungan relatif sama yakni sekitar 80.695 orang hingga 113.754 wisatawan.
Ketika Covid-19 mulai menyebar luas secara eksponensial, pada Februari 2020, jumlah kunjungan pun jatuh tak tertahankan.
Pada saat yang sama, pasar Australia juga mengalami kemerosotan 19 persen dari sebelumnya 103.087 orang menjadi hanya 83.400 wisatawan selama Januari-Februari 2020.
Secara keseluruhan, jumlah wisatawan dari kawasan Asia-Pasifik anjlok 41 persen, sedangkan pasar Eropa dan Amerika turun masing-masing 3 persen dan 7 persen.
Adapun total kunjungan wisatawan asing ke Bali pada bulan Februari 2020 berdasarkan statistik Dinas Pariwisata Provinsi Bali, hanya sekitar 369.556 orang.
Angka ini menurun signifikan 16 persen dari periode yang sama tahun lalu, atau merosot 30 persen dibandingkan dengan Januari 2020.
Bagaimana dengan catatan bulan Maret? Meskipun belum ada data komprehensif, namun sudah dapat ditebak, akan lebih buruk.
Hal ini karena banyak pengelola hotel yang memutuskan untuk menyetop sementara operasionalnya.
Ditambah lagi, pemerintah Indonesia secara resmi telah menutup rute penerbangan dari dan menuju China sejak awal Februari, yang berarti Bali kehilangan pasar terbesarnya.
Data Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menunjukkan bahwa potensi kerugian dari dampak wabah SARS-CoV-2 terhadap sektor pariwisata Bali sekitar Rp 2,7 triliun per bulan, selama dua bulan pertama tahun 2020.
Di sisi lain, dampak penghentian penerbangan dari dan menuju China membawa peningkatan kecil dalam jumlah wisatawan asing lainnya ke Bali.
Hal ini tercantum dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) Nomor 11 Tahun 2020 tentang larangan sementara orang asing yang memasuki dan transit di wilayah Republik Indonesia.
Ini berarti tidak ada wisatawan yang bisa datang ke Bali selama beberapa bulan. Padahal, wisatawan asing adalah pasar besar karena dalam tiga tahun terakhir, 5.000.000 turis mancanegara mengunjungi Bali per tahun.
Baca juga: Daftar Hotel yang Tutup Sementara Akibat Pandemi Corona
Penurunan penerbangan domestik juga berkontribusi terhadap melandainya pasar Bali. Meskipun, koreksi signifikan dalam matriks average occupancy rate (AOR) atau tingkat hunian telah terjadi sebesar 20 persen sejak Januari-Februari, pola okupansi selama periode ini masih sejalan dengan tren umum dalam kondisi normal.
Catatan Colliers International Indonesia melaporkan, dari Januari sampai Februari, baik untuk matriks AOR dan average daily rate (ADR) untuk tarif merosot drastis meski masih mengikuti pola normal.
Kondisi Maret lebih buruk karena penurunannya substansial untuk dua matriks kinerja tersebut.
Senior Associate Director Colliers International Indonesia Ferry Salanto menuturkan, untuk dapat mengalahkan kesulitan, efisiensi adalah kunci.
"Kami telah menyaksikan beberapa hotel melaksanakan hal ini dengan menutup sejumlah fasilitas yang tidak dimanfaatkan tamu, dan mengaktifkan hanya lantai tertentu yang ditempati tamu untuk mengurangi penggunaan energi," tutur Ferry, Rabu (8/4/2020).
Tak hanya matriks ADR dan AOR yang mengalami kemerosotan, dalam pipa pengembangan hotel baru pun, Bali akan mengalami stagnasi.
Colliers melaporkan, Aloft Seminyak merupakan satu-satunya pasokan baru yang secara resmi mulai beroperasi di Bali selama Kuartal I-2020.
Ada beberapa hotel lain dalam pipa pengembangan yang berencana untuk beroperasi tahun ini, sementara sebagian besar dari hotel bintang lima yang akan datang dipastikan tertunda.
Proyek ini ditunda karena beberapa masalah termasuk kendala finansial dan perubahan desain.
Bagi mereka yang telah memutuskan untuk tetap beroperasi, harus memangkas harga kamar secara substansial dan menawarkan paket menginap yang menarik.
Manajemen hotel akan mengambil tindakan yang diperlukan untuk menjalankan bisnis perhotelan mereka secara efisien dan memangkas biaya operasional secara drastis.
Diskon hotel dan paket staycation harga khusus merupakan siasat yang dinilai tepat untuk dapat bertahan dan sangat umum terjadi selama krisis.
Banting harga ini berdampak pada penurunan ADR sebesar 24 persen dari bulan Januari sampai Februari, yang tercatat berada di level 95,70 dollar AS.
Baca juga: Covid-19 Bikin Bisnis Hotel Lumpuh, Bagaimana Cara Pulih Kembali?
"Kami mengantisipasi koreksi yang lebih dalam pada bulan Maret, yang membuat ini menjadi musim terburuk bagi industri Hotel di Bali," imbuh Ferry.
Wabah ini memang merusak pola pasar pariwisata di Bali. Selama beberapa tahun, pasar China telah mendorong pasar perhotelan ke level lebih tinggi dan ketika itu (serta pasar signifikan lainnya) jatuh, langsung menghantam industri pariwisata Bali.
Ada indikasi bahwa jatuhnya pasar China telah mendorong AOR turun sebesar 30 persen; Namun, tempat wisata lainnya di Bali seperti Ubud dan Sanur, yang bukan tujuan utama wisatawan China, mungkin mengalami dampak yang lebih moderat.
Mengutip data Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), AOR hotel dalam dua minggu pertama Maret hanya menyisakan angka 20 persen sampai 40 persen.
Catatan buruk mungkin akan terus berlanjut sampai Kuartal II. Indikasinya, beberapa maskapai internasional telah menutup atau membatasi jumlah penerbangan ke dan dari beberapa tujuan termasuk Bali.
Pengelola hotel bisa mengambil langkah efisiensi, termasuk hanya mengaktifkan sejumlah ruang atau lantai bangunan yang ditempati tamu, tidak mengaktifkan fasilitas tertentu, cuti tanpa tanggungan, mengatur shift kerja, mengurangi, jam kerja atau kasus terburuk memutuskan hubungan kerja (PHK).
Baca juga: OYO Indonesia Siapkan Hotel untuk Tenaga Medis RSPAD Gatot Soebroto
Namun, jika kondisi menjadi lebih buruk, sejumlah pengelola hotel mungkin terpaksa menghentikan operasi sepenuhnya.
Ada juga beberapa langkah dari pemerintah untuk menyelamatkan industri pariwisata Indonesia dan khususnya Bali.
Beberapa rencana yang relevan adalah insentif dalam bentuk 30 persen diskon untuk tiket pesawat bagi mereka yang ingin melakukan perjalanan ke-10 tujuan wisata.
PT Angkasa Pura (Persero) sebagai otoritas pemerintah juga berencana mengurangi tarif layanan penumpang pesawat sebesar 20 persen.
Ditambah, Pemerintah akan memberikan insentif berupa diskon bahan bakar penerbangan untuk sembilan tujuan wisata.
Hal tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 23/PMK. 03/2020 terkait insentif pajak bagi wajib pajak yang terdampak Covid-19.
PMK ini diterbitkan dengan tujuan untuk membantu meringankan beban bisnis yang terpengaruh wabah Covid-19 melalui sektor pajak.
Sayangnya, peraturan ini tidak termasuk pelaku industri pariwisata. Hal ini tentu akan memastikan bahwa manajemen hotel (karyawan dan pemiliknya) akan tetap menghadapi kesulitan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.