Khusus penggunaan rel sebagai barang milik negara, saat ini sudah ada kontrak terpisah antara Infrastructure Maintenance Operation (IMO) dan Track Access Charge (TAC). Memang masing-masing ada rumusnya. Namun rumus yang dipakai sampai sekarang sangat membingungkan. Ini perlu diperbarui.
Kita belum tegas memisahkan peran dalam mengelola aset ini. Sebenarnya pemerintah punya otoritas, jika ingin memisahkan semua aset prasarana eksisting kepada KAI, bisa dilakukan lengkap dengan segala rupa kewajiban yang akan menjadi tanggung jawab BUMN ini.
Sayangnya, selama ini yang terjadi adalah seolah-olah semua aset baru KA dibebankan kembali kepada KAI untuk mengelolanya. Sementara, pemerintah lemah dan enggan membidani lahirnya operator-operator baru perkeretaapian. Rupa-rupa penugasan jatuhnya balik lagi ke KAI.
KA Perkotaan
Masalah krusial lain adalah menyangkut KA perkotaan, dan Public Service Obligation (PSO) berupa penugasan angkutan bersubsidi. Alokasi PSO dengan tiket relatif murah, selama ini dinilai tidak tepat sasaran.
Ke depannya, bagi yang menunjukkan syarat inilah yang menjadi sasaran subsidi mereka dibolehkan memperoleh karcis langganan, bukan mereka yang sudah berkemampuan.
Dengan begitu, anggaran PSO ke depan dapat dikurangi. Biar orang Papua tidak ikut menyubsidi orang Jakarta. Saat ini subsidi tersu membengkak hingga mencapai Rp 2 triliun dan hampir 70 persen subsidi PSO ada di Jabodetabek. Transjakarta saja hingga saat Ini sudah menerima subsidi tahunan sebesar Rp 3,3 trilliun.
Dalam waktu tidak lama lagi, ranjau subsidi (trap) untuk semua sistem KA dan angkutan umum di Jabodetabek berpotensi mencapai Rp 15 triliun-Rp 20 trilliun. Bila tidak ada inovasi dari pemerintah dan operator untuk melakukan upaya terobosan dan efisiensi secara mendasar, akan menjadi bom waktu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.