Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nasib Reklamasi Teluk Jakarta di Tangan Anies-Sandi

Kompas.com - 20/04/2017, 07:00 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KompasProperti - Reklamasi menjadi salah isu utama yang mengerucut dan menjadi penentu perbedaan antara pasangan pemenang Pilkada DKI Jakarta versi hasil hitung cepat (quick countAnies Baswedan-Sandiaga Uno dengan petahana Basuki Tjahaja Purnama (ahok)-Djarot Saiful Hidayat.

Di tangan Anies-Sandi, hal ini membuat reklamasi sebagai isu abu-abu yang akan terus menjadi dilema Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. Padahal reklamasi merupakan salah hot-spot konflik ruang di Jakarta.

Terbukti saat kampanye, Anies-Sandi memperlihatkan gesture eksplisit akan menghentikan reklamasi, dan mengevaluasi pulau-pulau C, D, G, dan N, yang sudah terbangun, namun pada saat bersamaan mereka juga menunjukkan celah "akan meneruskan, asal memenuhi syarat".

Ketua Umum Ikatan Ahli Perencana (IAP) Bernardus Djonoputro memaparkan pendapatnya terhadap Anies-Sandi kepada KompasProperti, Kamis (20/4/2017).

"Visi tata ruang Anies-Sandi dalam tantangan penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Peraturan Zonasi (PZ) serta berbagai instrumen pengendalian ruang juga masih sangat minim," ujar Bernie, sapaan akrab Bernardus.

Selain itu, lanjut dia, pendekatan hukum dan keadilan bagi warga juga merupakan celah untuk meneruskan reklamasi atau proyek-proyek di atas pulau buatan yang sudah terbangun.

Kompas.com/Robertus Belarminus Para nelayan berdemo jelang sidang putusan gugatan reklamasi di PTUN Jakarta, di Cakung, Jakarta Timur. Kamis (16/3/2017).
Menurut Bernie, ada beberapa pekerjaan rumah (PR) yang harus segera diselesaikan oleh Anies-Sandi terkait reklamasi, dan tata ruang Jakarta keseluruhan.

Pertama, dari aspek perencanaan kota, konflik ruang adalah fitur utama Jakarta yang harus bisa diselesaikan segera, termasuk kontroversi reklamasi Teluk Jakarta.

Baca: Dua Kemungkinan Nasib Reklamasi Teluk Jakarta

Kedua, RDTR-PZ. Saat ini, Jakarta sedang melakukan peninjauan kembali (PK) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2030 dan RDTR-PZ atas proyek-proyek infrastruktur prioritas seperti Kereta Ringan dan Kereta Cepat.

"Seluruh proyek tersebut bukan tanpa kontroversi, dan saat ini masih diperdebatkan," imbuh Bernie.

PK ini juga berkaitan dengan kawasan reklamasi dalam bungkus National Coastal Defense Development (NCICD).

Segala bentuk dan upaya revisi akan sangat rawan karena dapat dijadikan alasan penumpang gelap melakukan pemutihan atas perubahan guna lahan.

KOMPAS.com / GARRY ANDREW LOTULUNG Puluhan Nelayan Muara Angke yang tergabung dalam Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta (KSTJ) melakukan aksi unjuk rasa di depan Kedutaan Besar Belanda di Jakarta, Rabu (23/11/2016). Aksi nelayan tersebut menuntut kepada Pemerintah Belanda untuk menghentikan upaya mendorong misi investasi dalam pembangunan insfrastruktur di Teluk Jakarta yang akan menimbulkan kerusakan lingkungan.
Ketiga, rancangan peraturan daerah (Ranperda) tentang Kawasan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil dan Rencana Strategis Kawasan Pantai Utara Jakarta di DPRD DKI.

"Chief planner"

Bernie tidak bisa melakukan penilaian terkait program tata ruang Anies-Sandi, karena keduanya dianggap tidak punya pengalaman sama sekali dalam mengelola proses teknis perencanaan kota, terlebih megacity sekelas Jakarta.

Semestinya, kata Bernie, semangat inovasi saja tidak cukup untuk menjadikan kota Jakarta aman dan nyaman.

"Sebagai megacity dunia, tren kota layak huni membuat faktor skala manusia dijamin dalam pengembangan desain detail kota Jakarta ke depan," imbuh dia.

Karena itu, Anies-Sandi diharuskan segera menguasai aspek perencanaan kota. Pasalnya, sebagai megacity dunia, sudah saatnya Jakarta memiliki kepala perencana (chief planner) sebagai pejabat profesional.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com