JAKARTA, KompasProperti - Reklamasi menjadi salah isu utama yang mengerucut dan menjadi penentu perbedaan antara pasangan pemenang Pilkada DKI Jakarta versi hasil hitung cepat (quick count) Anies Baswedan-Sandiaga Uno dengan petahana Basuki Tjahaja Purnama (ahok)-Djarot Saiful Hidayat.
Di tangan Anies-Sandi, hal ini membuat reklamasi sebagai isu abu-abu yang akan terus menjadi dilema Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. Padahal reklamasi merupakan salah hot-spot konflik ruang di Jakarta.
Terbukti saat kampanye, Anies-Sandi memperlihatkan gesture eksplisit akan menghentikan reklamasi, dan mengevaluasi pulau-pulau C, D, G, dan N, yang sudah terbangun, namun pada saat bersamaan mereka juga menunjukkan celah "akan meneruskan, asal memenuhi syarat".
Ketua Umum Ikatan Ahli Perencana (IAP) Bernardus Djonoputro memaparkan pendapatnya terhadap Anies-Sandi kepada KompasProperti, Kamis (20/4/2017).
"Visi tata ruang Anies-Sandi dalam tantangan penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Peraturan Zonasi (PZ) serta berbagai instrumen pengendalian ruang juga masih sangat minim," ujar Bernie, sapaan akrab Bernardus.
Selain itu, lanjut dia, pendekatan hukum dan keadilan bagi warga juga merupakan celah untuk meneruskan reklamasi atau proyek-proyek di atas pulau buatan yang sudah terbangun.
Pertama, dari aspek perencanaan kota, konflik ruang adalah fitur utama Jakarta yang harus bisa diselesaikan segera, termasuk kontroversi reklamasi Teluk Jakarta.
Baca: Dua Kemungkinan Nasib Reklamasi Teluk Jakarta
Kedua, RDTR-PZ. Saat ini, Jakarta sedang melakukan peninjauan kembali (PK) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2030 dan RDTR-PZ atas proyek-proyek infrastruktur prioritas seperti Kereta Ringan dan Kereta Cepat.
"Seluruh proyek tersebut bukan tanpa kontroversi, dan saat ini masih diperdebatkan," imbuh Bernie.
PK ini juga berkaitan dengan kawasan reklamasi dalam bungkus National Coastal Defense Development (NCICD).
Segala bentuk dan upaya revisi akan sangat rawan karena dapat dijadikan alasan penumpang gelap melakukan pemutihan atas perubahan guna lahan.
"Chief planner"
Bernie tidak bisa melakukan penilaian terkait program tata ruang Anies-Sandi, karena keduanya dianggap tidak punya pengalaman sama sekali dalam mengelola proses teknis perencanaan kota, terlebih megacity sekelas Jakarta.
Semestinya, kata Bernie, semangat inovasi saja tidak cukup untuk menjadikan kota Jakarta aman dan nyaman.
"Sebagai megacity dunia, tren kota layak huni membuat faktor skala manusia dijamin dalam pengembangan desain detail kota Jakarta ke depan," imbuh dia.
Karena itu, Anies-Sandi diharuskan segera menguasai aspek perencanaan kota. Pasalnya, sebagai megacity dunia, sudah saatnya Jakarta memiliki kepala perencana (chief planner) sebagai pejabat profesional.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.