DENPASAR, KompasProperti - Kepala Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Bali, I Gede Nyoman Wiranata, dan Bendesa Adat Tanjung Benoa, Made Wijaya, bertemu untuk membahas "reklamasi terselubung" di kawasan konservasi Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai, Tanjung Benoa, Kabupaten Badung, Bali.
Wiranata mengatakan, segala bentuk pemanfaan kawasan konservasi Tahura Ngurah Rai seluas 1.373 hektar, tanpa izin harus dihentikan.
Pertemuan membahas "reklamasi terselubung" ini menyusul aktivitas pembangunan di Tahura Ngurah Rai yang dilakukan beberapa warga dan Bendesa Adat Tanjung Benoa secara diam-diam.
Baca: Aktivis Bali Minta Pemerintah Tindak Penyerobot Lahan Negara
"Itu melanggar Undang-undang (UU) Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan," ujar Wiranata saat menerima audensi Bendesa Adat Tanjung Benoa di Denpasar, seperti dikutip Antara, Selasa (21/3/2017).
Untuk itu, semua peraturan yang ada di desa adat agar tetap mengacu pada peraturan yang berlaku sehingga ada sinergi pemeliharaan Tahura dengan baik.
Terkait hal itu, Wiranata melaporkan berbagai bentuk pelanggaran yang ada kepada Polda Bali untuk melakukan penindakan sesuai dengan prosedur yang ada.
"Pelanggaran yang dilakukan dalam kawasan tersebut bukan termasuk delik aduan, karena itu laporan itu seharusnya dapat diproses lebih cepat," tambah dia.
Apalagi, upaya itu untuk melindungi hutan mangrove yang menjadi paru-paru Kota Denpasar dan untuk menahan abrasi.
"Kawasan tersebut telah menjadi perhatian publik, baik tingkat nasional dan internasional," sebut Wiranata.
Dia menekankan pentingnya komunikasi yang baik antara masyarakat desa atau adat setempat dalam melakukan berbagai bentuk aktivitas yang menggunakan kawasan konservasi Tahura Ngurah Rai sesuai dengan norma-norma dan aturan yang berlaku.
Dalam kesempatan yang sama, Bendesa Adat Teluk Benoa, Made Wijaya, mengaku melakukan pembangunan di Tahura sebagai bentuk implementasi program Panca Pesona-Desa Pekraman Tanjung Benoa yang melibatkan beberapa warganya.
"Upaya itu untuk mengembalikan Pulau Pudut agar kembali produktif yang mampu menggerakkan perekonomian masyarakat setempat," ujar Made Wijaya.
Baginya, kawasan tersebut perlu mendapatkan pembenahan dengan baik, agar menjadi salah tempat obyek wisata. Karena itu dia menolak secara tegas rencana Reklamasi Teluk Benoa (RTB) hingga akhir hayat.
Secara terpisah, Humas Forum Peduli Mangrove Bali (FPMB), Lanang Sudira, menambahkan, pihaknya mendukung penegakan hukum tersebut untuk mencegah bertambahnya kerusakan yang lebih parah.
"Kawasan Tahura Ngurah Rai menjadi otoritas pihak terkait bukan wewenang desa adat, sehingga pemanfaatannya perlu adanya koordinasi dan izin yang jelas. Selama ini, kami berupaya ikut serta menanam bibit mangrove, peremajaan dan pembersihan sampah secara rutin," tutur Lanang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.