"Kota adalah kuali dari beragam budaya, kepentingan, tempat menggapai angan dan cita-cita. Bagi sebagian orang, kota adalah tempat untuk bertahan hidup," ujar Bernie, sapaan karib Bernardus kepada Kompas.com, Sabtu (11/6/2016).
Kota itu, kata Bernie, adalah masyarakatnya sendiri. Oleh karenanya, perencanaan kota dilakukan untuk menciptakan kota yang nyaman ditempati (livable), manusiawi dan berkelanjutan.
Dalam bahasa UU 26/2007 tentang Penataan Ruang, untuk menciptakan ruang hidup yang aman, nyaman dan berkelanjutan.
"Ruang hidup bagi seluruh warganya tanpa kecuali," sebut Bernie.
Nilai-nilai universal dan standar detail tentang ukuran livability dalam ruang hidup, selalu dipakai dalam merencanakan kota.
Ini juga yang dipakai dalam pedoman perencanaan kota yang diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tentang pedoman Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
"Labelisasi kota oleh berbagai pihak sah-sah saja, namun hendaknya tidak dipakai sebagai ukuran teknokratik penyusunan rencana dan struktur kota," tandas dia.
Bernie menuturkan, seharusnya seluruh warga kota termasuk Saeni berhak untuk mendapatkan pelayanan, baik dari kotanya maupun penyedia jasa lainnya.
Kesempatan usaha pun di negeri ini sangat dijamin. Kendati, permasalahan sektor formal dan informal selalu mengakibatkan persoalan konflik berkaitan dengan pelaksanaan penegakkan aturan di lapangan.
"Nah, ketika aparat memberikan label tertentu pada kebijakan pelaksanaan di lapangan, seperti di Serang, sangat disayangkan. Karena seharusnya kota mengayomi, menciptakan ruang kota yang inklusif, dan nyaman," urai Bernie.
Terkait polemik tersebut, Direktur Riset Maarif Insititute Ahmad Imam Mujadid Rais menyatakan, hal tersebut menjadi catatan tersendiri untuk penelitian yang akan datang.
"Meskipun bila merujuk indikator aman, sejahtera, dan bahagia yang lalu, kasus Saeni ini belum masuk," kata Rais.
Terhadap kasus Saeni, Rais berpendapat, razia yang dilakukan Satpol PP Pemkot Serang adalah beawal dari niat dan himbauan supaya tercipta toleransi terhadap orang yang sedang berpuasa.
Biasanya dalam pointer himbauan, ada batasan jam usaha atau dagang. Misalnya berjualan menjelang berbuka, atau melayani tapi secara tertutup (dengan gorden).
Namun sayangnya, proses edukasi tentang himbauan tersebut kurang dilaksanakan oleh jajaran Pemkot Serang.
Dalam kasus Saeni yang mengatakan warungnya tertutup, kata Rais, harus disikapi lebih moderat.
Pemkot Serang harus realistis, banyak masyarakat kecil yang karena bidang pekerjaannya, berat untuk berpuasa seperti kuli kasar, tukang becak, dan lain-lain. Bahkan mungkin ada musafir, atau non-muslim yang tetap harus makan.
Isu razia memang selalu kontroversial, mengingat orang kecil yang selalu jadi korbannya. Rais mempertanyakan, adakah pemilik restoran besar yang dirazia?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.