Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sosrobahu, Temuan Bersejarah dalam Dunia Konstruksi Indonesia

Kompas.com - 24/04/2021, 20:03 WIB
Suhaiela Bahfein,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pernahkah Anda mengira bahwa selama pembangunan Jalan Tol Layang Jakarta-Cikampek (Japek) atau Tol Japek II Elevated, minim kemacetan?

Ya, hal ini karena pembangunan jalan bebas hambatan berbayar yang kini bernama Jalan Layang Sheikh Mohamed Bin Zayed (MBZ) tersebut, menggunakan teknologi Landas Putar Bebas Hambatan (LPBH) atau lebih dikenal sebagai Sosrobahu.

Bukan teknologi mutakhir, tetapi Sosrobahu sudah lama ditemukan dan lebih dahulu diterapkan pada 27 Juli 1988 untuk pembangunan Tol Wiyoto Wiyono atau Tol Cawang-Tanjung Priok.

Sejak saat itu, teknologi Sosrobahu sudah tak lagi digunakan, bak ditelan bumi. Dan, baru-baru ini saja digunakan kembali pada pembangunan Tol Layang Japek.

Baca juga: Sosrobahu Kurangi Kemacetan akibat Proyek Tol Layang Jakarta-Cikampek

Lantas, bagaimana awal ditemukannya teknologi yang melancarkan pembangunan dua jalan bebas hambatan di Indonesia tersebut?

Mengutip Harian Kompas edisi 7 Agustus 1988, teknologi tersebut awalnya ditemukan oleh insinyur sekaligus Direktur Utama PT Hutama Karya (Persero) yang menjabat kala itu yakni, Tjokorda Raka Sukawati.

Raka, panggilan akrabnya mengklaim, teknologi itu merupakan yang pertama di dunia dalam bidang angkat dan putar beban berat, orisinal, dan berdasarkan rumus fisika mekanika.

Seperti telah disebutkan, teknologi ini pertama kali ditemukan dan digunakan pada pembangunan Tol Wiyoto Wiyono.

Pada saat itu, Raka ditunjuk sebagai ketua manajemen proyek dan harus memutar otak untuk membangun tol tersebut.

Para pekerja sedang memotong tiang-tiang penyangga untuk jalan layang tol Cawang-Tanjung Priok. Beberapa tiang harus dipotong agar diperoleh ketinggian yang sama. Meski demikian, pekerjaan memotong tiang beton, bukanlah pekerjaan mudah. Karena itu, upaya ini harus dilakukan oleh beberapa pekerja. (22 Januari 1988)KOMPAS/KARTONO RYADI Para pekerja sedang memotong tiang-tiang penyangga untuk jalan layang tol Cawang-Tanjung Priok. Beberapa tiang harus dipotong agar diperoleh ketinggian yang sama. Meski demikian, pekerjaan memotong tiang beton, bukanlah pekerjaan mudah. Karena itu, upaya ini harus dilakukan oleh beberapa pekerja. (22 Januari 1988)
Pasalnya, jalan bebas hambatan itu dibangun di atas jalan yang sudah ada dan padat kendaraan.

Putra Bali ini pun mengusulkan agar pembangunan Tol Wiyoto Wiyono dilakukan dengan cara konvensional.

Mulai dari bekisting, pembangunan segmental, hingga menggantung blok beton dengan beban 480 ton.

Namun, usulan itu ditolak anggota tim ahli lainnya lantaran berpotensi mengganggu arus lalu lintas, memakan waktu, dan biaya serta berisiko tinggi.

Pantang menyerah, dia lalu mengusulkan untuk membuat kepala tiang yang akan diputar menggunakan alat pemutar.

Kemudian, baru dipasang bekisting kepala tiang atau sejajar dengan jalan di tengah. Setelah beton cukup kuat, bekisting pun bisa diputar.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau