MASIH panas, masih menuai reaksi, dan Omnibus Law UU Cipta Kerja (UUCK) pun terus berproses.
Walaupun sampai hari ini belum ada nomor lembaran negara dan tanda tangan, namun Pemerintah harus ngebut untuk menyelesaikan berbagai peraturan turunannya guna melaksanakan UU baru ini dalam tiga bulan ke depan.
Mengamati beragam diskusi di masyarakat dan juga rangkaian penampilan beberapa menteri dalam memberikan sosialisasi mengenai UUCK, ada isu besar menganga di depan kita.
Masalah kita justru pada sumber daya manusia di birokrasi kita.
Hemat saya, kecanggihan dan kemampuan negara memanfaatkan UU bis omi ini, terletak pada kemampuan kita mengatasi dua hal penting.
Pertama savviness birokrasi kita menyangkut ketajaman, mengerti, paham atau intelek, acumen, kecerdasan, dan akal, serta mampu menyusun Peraturan Pemerintah (PP) dan aturan turunan pelaksanaan UUCK tersebut.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) nampak sangat runut dan eksploratif dalam melakukan sosialisasi.
Tak heran, sejak awal Menteri ATR/Kepala BPN berdiskusi masalah aturan payung ini, saya sangat yakin akan arah dan tujuannya, namun bagaimana kemampuan gerbong birokrasi dalam memahami tahap selanjutnya dari kebijakan strategis ini?
Kata savvy termasuk salah satu yang sangat sulit dicarikan padanannya dalam bahasa Indonesia, terutama dalam konteks kebijakan politik yang sangat multi-interpretatif.
Memiliki business accumen atau business savvy menurut Raymond G Reilly dalam Building Business Acumen, 2009, dan Brian Summerfield dalam A Crisis in Leadership, 2008, adalah ketajaman analisis, keinginan kuat dan kecepatan dalam usaha untuk mengerti risiko dan kesempatan yang dianggap dapat menghasilkan keluaran yang baik.
Ketajaman ini dijadikan wahana untuk meningkatkan kinerja dan kepemimpinan yang efektif.
Seseorang yang memiliki savviness berarti dia memiliki ketajaman dalam mengerti proses yang terjadi di masyarakat serta berpengalaman.
Dalam hal ekonomi, investasi dan berusaha, maka seorang birokrat harus memiliki kepekaan atas kompleksitas masalahnya, mengerti dampak kebijakan pada ekonomi dan bisnis, punya visi ke depan, dan sigap dalam mengambil keputusan pada levelnya.
Sehingga, yang dibutuhkan adalah staf teknokrat dan birokrat yang mampu melakukan analisis akurat, mengerti logika di balik keputusan investasi dan mampu melaksanakan kebijakan secara disiplin dan terukur.
Profesional yang tegas sikapnya menjaga kedaulatan negara, kuat dan nyata merah putihnya.