Jadi para birokrat dan perencana tidak larut dalam polemik pro atau kontra bisnis, sahabat atau lawan investasi.
Bagi para stakeholder, UUCK sejak awal memang diharapkan dapat melakukan streamlining dalam urusan tata ruang.
Namun aih-alih menjadi alat perencanaan, UUCK ini kelihatannya sangat dominan sebagai aturan pemanfaatan ruang.
Hal ini terutama aturan yang melulu melekat pada urusan perizinan, dan pemanfaatan ruang oleh kegiatan masayarakat, termasuk investasi.
Melawan status quo di kalangan birokrasi tata ruang perlu revolusi mental bahwa perubahan itu niscaya.
Nah, UUCK memberikan langkah awal transformasi aturan urusan tata ruang di Indonesia yang selama ini tumpang tindih. Tanpa revolusi mental dan savviness, maka usaha baik UU payung ini akan sia-sia.
Konsekuensi UUCK adalah penguatan Kementerian ATR/BPN, yang harus menjadi kementerian lintas sektor, dengan misi utama menjadikan tata ruang sebagai panglima pembangunan.
Kementerian ATR/BPN melalui Ditjen Tata Ruang harus menjadi kustodian Kebijakan One Map, yang sekarang dipastikan melalui UUCK ini sebagai konvergensi kegiatan pemanfaatan ruang.
Namun masih banyak pekerjaan rumah berkaitan dengan peningkatan skala peta nasional dan konsistensi rencana-rencana tematik sektoral yang harus memakai basis yang sama.
Beberapa hal yang harus dapat dicapai dalam penyusunan PP antara lain mengurangi secara drastis konflik di kota-kota Indonesia yang tak kunjung selesai akibat tumpang tindih aturan ruang darat, laut, dan udara serta berbagai aturan sektoral.
UUCK perlu diperkuat melalui PP turunannya untuk tidak mengikuti kemauan pasar semata, tapi mampu mendorong iklim investasi yang kondusif dengan cara mengarahkan kegiatan investasi agar menempati ruang yang sesuai dengan prinsip keberlanjutan pembangunan.
Upaya meningkatkan kemudahan berbisnis harus diikuti dengan memastikan sistem perizinan yang cepat dan transparan, tanpa mengabaikan peraturan zonasi yang sudah ditetapkan di kawasan tersebut.
Salah satu contoh dalam sektor tata ruang yang strategis dan harus segera diisi, yaitu azas keberlanjutan yang masih belum "bunyi" dalam UU baru ini.
Usaha menggeser aturan environmental thresholds ke environmental safeguard harus diikuti dengan rezim ongkos atau development charge yang tajam ke dalam, serta aturan bagaimana menerapkan hukum dan tanggung jawab pada pejabat perencana di pemerintahan.
Pada basis apa dikenakan konsekuensi hukum pada perencana di pemerintahan?