Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

UU SDA Digugat ke Mahkamah Konstitusi, Ini Tanggapan Kementerian PUPR

Kompas.com - 14/09/2020, 15:34 WIB
Suhaiela Bahfein,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

Sumber

Lalu, pemanfaataan sumber daya air tersebut juga mempunyai andil yang penting bagi kemajuan kehidupan manusia, dan menjadi faktor yang penting pula bagi manusia untuk dapat hidup secara layak.

Baca juga: RUU Cipta Kerja, Peran Pemda Mengelola SDA DihilangkanKemudian, ketersediaan akan kebutuhan makanan, kebutuhan energi/ listrik akan dapat dipenuhi, salah satu caranya adalah melalui pemanfaatan sumber daya air.

Sementara, Pasal 58 berbunyi sebagai berikut :

(1) Pengguna Sumber Daya Air tidak dibebani BJPSDA (Biaya Jasa Pengelolaan Sumber Daya Air) jika menggunakan Sumber Daya Air untuk:

a. pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari;

b. pertanian rakyat;

c. kegiatan selain untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari dan pertanian rakyat yang bukan merupakan kegiatan usaha; dan

d. kegiatan konstruksi pada Sumber Air yang tidak menggunakan Air.

(2) Pengguna Sumber Daya Air selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menanggung BJPSDA.

(3) Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berhak atas hasil penerimaan BJPSDA yang dipungut dari para pengguna Sumber Daya Air.

(4) BJPSDA sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dipergunakan untuk keberlanjutan pengelolaan Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai yang bersangkutan.

Kemudian, pada Pasal 59 berbunyi "Pembayaran BJPSDA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 harus memperhatikan prinsip pemanfaat membayar."

Menanggapi hal itu, Direktur Bina Operasi dan Pemeliharaan Direktorat Jenderal Sumber Daya Air (SDA) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Lilik Retno Cahyadiningsih mengaku belum menerima laporan gugatan tersebut.

"Sampai dengan saat ini belum ada surat pemberitahuan," kata Lilik kepada Kompas.com, Senin (14/9/2020).

Sementara, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menilai, UU 17/2019 tentang SDA dinilai parsial dan tidak melihat air sebagai kesatuan ekosistem.

Hal tersebut disampaikan Manager Kampanye Pangan, Air, dan Ekosistem Esensial Walhi Wahyu Perdana ketika dihubungi terpisah oleh Kompas.com, Senin (14/9/2020).

"Memang catatan terhadap UU Nomor 17/2019 tentang SDA, dia tidak melihat air sebagai satu kesatuan ekosistem sehingga pengelolaannya parsial terbatas, khususnya pada Sumber Penyediaan Air Minum (SPAM). Padahal soal air tidak hanya itu," kata Wahyu.

Oleh karena itu, Walhi meminta agar beberapa aturan UU Nomor 17/2019 tentang SDA tidak mengurangi hak air untuk masyarakat.

Dengan demikian, kata Wahyu, perhatian hak atas air untuk masyarakat serta perlindungan ekosistem lingkungan hidup perlu diperhatikan oleh Pemerintah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau