Harga tipe unit apartemen tersebut Rp 1,7 miliar, dengan dana yang telah disetor total senilai Rp 497 juta. Masing-masing Rp 477 juta untuk unit di Tower 1 dan Rp 20 juta untuk unit Tower 2.
Namun karena terjadi permasalahan, Hanto pun menyetop pembayaran atas unit apartemen yang telah dicicilnya tersebut.
"Karena faktanya saat ini bangunan yang ada di lokasi baru tahap basement saja," cetus Hanto.
Selain menyetop pembayaran, Hanto beserta konsumen lain menuntut PDS segera menyusun Rencana Perdamaian dan kemudian diserahkan kepada seluruh kreditor agar dapat dipelajari sebelum dilaksanakan Rapat Pembahasan Rencana Perdamaian.
"Bila proposal masuk akal kami akan pertimbangkan. Tapi bila tidak masuk akal, kami bisa ambil langkah lain. Terpenting, kami akan mengusahakan uang balik atau apartemen terbangun. Kami juga sudah menghubungi lembaga konsumen (YLKI)," kata Hanto.
Apartemen Antasari 45 diketahui telah dipasarkan sejak 2014 lalu. Dari keterangan Cokro dan Hanto, dalam mendesain proyek ini, PDS juga menggandeng jasa arsitek kelas dunia, PTI Architects.
Baca juga: Cowell Tawarkan Apartemen Seharga Rp 37,5 Juta Per Meter Persegi
Cokro dan Hanto menyebutkan, berdasarkan informasi yang mereka peroleh, jumlah apartemen yang sudah terjual sebanyak 923 unit dari 769 pembeli.
Dari jumlah ini, dana yang seharusnya sudah diraup PDS senilai Rp 592 miliar, sedangkan sisa dana yang harus dibayarkan konsumen sekitar Rp 978 miliar.
Angka ini berasal dari hitungan uang muka atau down payment (DP) minimal 30 persen dari harga unit. Sisanya 70 persen harus dibayarkan pada saat serah-terima unit.
Selain dari DP 30 persen, dana yang diraup PDS juga berasal dari pembeli yang sudah membayar lebih dai 30 persen. Bahkan tidak sedikit juga konsumen yang sudah melunasi 100 persen, seperti Cokro.
Secara rata-rata, pembeli telah membayar sebesar 37 persen. Artinya, hampir setiap pembeli telah memenuhi kewajibannya dengan membayar lebih besar dari DP 30 persen.
Namun, selama enam tahun terakhir ini pembangunan apartemen (Tower 1 & Tower 2) tak menunjukkan kemajuan alias mangkrak.
Tiba-tiba, pada tanggal 22 Juli 2020, Cokro dan hanto mengaku diminta memasukkan data jumlah tagihan yang sudah dibayarkan kepada PDS.
Baca juga: Cowell di Ambang Pailit, Rapat Kreditor 22 Juli 2020
"Dari tanggapan mereka, banyak angka yang tidak sesuai jumlahnya. Besarnya tagihan yang kami tuntut (dengan melampirkan bukti transfer), dianggap lebih besar oleh PDS. ini aneh," kata Cokro.
Meskipun pesimistis, proses PKPU di pengadilan ini mereka artikan sebagai proses negosiasi antara Pembeli dan Pengembang (PDS).