Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Merasa Ditipu, Konsumen Antasari 45 Pertimbangkan Lapor PDS ke Polisi

Kompas.com - 17/08/2020, 09:10 WIB
Suhaiela Bahfein,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

Pada tanggal 6 Agustus 2020 juga telah dilakukan Rapat Kreditur kedua di Pengadilan Niaga, PN Jakarta Pusat guna memverifikasi tagihan.

Pada rapat tersebut telah terjadi perbedaan pendapat antara Hakim dan Kreditur yang menanyakan Laporan Keuangan PDS.

Dari dua kali Rapat Kreditur yang telah digelar di Pengadilan Niaga, JPN Jakarta Pusat yakni tanggal 22 Juli 2020 dan 6 Agustus 2020, Cokro dan Hanto menganggap bahwa meskipun namanya Rapat Kreditur, tapi rapat ini bukan untuk kami para pembeli atau Kreditur.

"Sehingga, kami sebagai konsumen sangat khawatir PDS tidak memiliki itikad baik dengan hanya menawarkan Proposal Perdamaian yang asal-asalan. Artinya, PDS tidak peduli dengan nasib kami yang sudah menunggu lama sejak 2014," tutur Cokro.

Cokro menduga PDS berkeinginan pailit agar bisa terbebaskan dari tanggung jawabnya. Bila pailit, tentu mereka akan sangat dirugikan, karena tidak memegang jaminan apapun.

"Kami berharap pemerintah dapat memberikan perhatian terhadap kasus wanprestasi pengembang. Dan juga mengubah peraturan, memperketat perizinan. Sebelum pengembang memasarkan produknya, mereka harus membangun fisiknya, minimal 30 persen," harap Cokro.

Dia menambahkan, Pemerintah harus segera menindaklanjuti hal ini jangan sampai PKPU  digunakan sebagai jalan keluar pengembang yang tidak menjalankan tugas dan kewajibannya.

Kompas.com terus berupaya menghubungi Wahyu Hartanto melalui pesan pendek dan sambungan telepon, namun hingga saat ini tak kunjung berbalas.

Tanggapan Pemerintah

Terkait kasus PDS dan juga sejumlah kasus lain yang melibatkan pengembang properti yang digugat pailit dan berpotensi merugikan konsumen, Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Khalawi Abdul Khamid mengatakan, Pemerintah akan menghormati proses hukum, dan mengikuti prosedur yang berlaku.

Namun demikian, Khalawi memastikan, Pemerintah akan mengkaji terlebih dahulu mengenai perlu atau tidaknya perubahan peraturan perizinan diberikan kepada pengembang sebelum memasarkan produknya.

Khalawi mengatakan, Kementerian PUPR sesungguhnya telah berupaya mencegah hal ini terjadi melalui peluncuran aplikasi yang dapat diakses oleh seluruh masyarakat.

"Melalui aplikasi tersebut, masyarakat dapat membeli properti berikut pengembang terpilih dan terpercaya yang telah melewati proses verifikasi sebelumnya," kata Khawali kepada Kompas.com, Minggu (16/8/2020).

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau