JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia harus bersaing ketat dengan jiran Asia Tenggara dalam memperebutkan perusahaan dan investor multinasional yang akan merelokasi industrinya dari China.
Pesaing kuat Indonesia adalah Thailand, Vietnam, Filipina, dan Kamboja. Keempat negara ini memiliki paket investasi di sektor industri yang dianggap tak kalah menarik.
Partner dari Law Firm Tuah and Suparto Andrew Tuah mengatakan, tantangan Indonesia memang sangat berat, karena negara-negara tersebut sangat siap untuk dijadikan tempat relokasi dan juga diversifikasi perusahaan multinasional atau multi national company (MNC).
"Namun demikian, bukan berarti Indonesia tidak memiliki faktor keunggulan dibanding mereka," kata Andrew menjawab Kompas.com, Kamis (23/7/2020).
Menurut Andrew, ada empat hal yang menjadi keunggulan Indonesia yakni sumber daya manusia, pasar yang terus berkembang, upah minimum regional (UMR), dan harga sewa lahan.
Baca juga: Jawa Tengah Trending, Bakal Primadona Baru Kawasan Industri?
Untuk UMR, Indonesia menawarkan angka 116-292 dollar AS per bulan, Thailand 297-319 dollar AS per bulan, Vietnam 132-190 dollar AS per bulan, Kamboja 190 dollar AS per bulan, dan Filipina 132-190 dollar AS per bulan.
Sementara untuk biaya utilitas, Indonesia mematok 0,06 dollar AS, Thailand 0,14 dollar AS, Vietnam 0,07 dollar AS, Kamboja 0,11 dollar AS, dan Filipina 0,13 dollar AS.
Harga sewa, Indonesia membanderol 0,34-5,13 dollar AS, Thailand 0,63 dollar AS, Vietnam 4,00-5,00 dollar AS, Kamboja 1,00-1,50 dollar AS, dan Filipina 4,46-6,48 dollar AS.
ada pun untuk Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia berada pada angka 0,53, Tahiland 0,6, Vietnam 0,67, Kamboja, 0,49, dan Filipina 0,55.
Dengan fakta ini, ada banyak MNC yang terus mengincar Indonesia untuk dijadikan wilayah diversifikasi dan ekspansi usahanya.
Bahkan, Andrew menyebut, MNC asal Hong Kong sudah melakukan uji coba operasional.
Mereka beranggapan, Indonesia mengalami kemajuan signifikan terutama di segmen birokrasi dan administrasi perizinan.
Dengan diberlakukannya Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau Online Single Submission (OSS), Indonesia sudah sangat siap bersaing.
Baca juga: Empat Sektor Penopang Kawasan Industri dan Rekomendasi Masa Depan
"Dulu memang mengurus perizinan usaha seperti Surat Izin Penggunaan Peruntukan Tanah (SIPPT) bisa sampai enam bulan. Tapi sekarang satu minggu saja sudah beres," buka Andrew.
"Sepanjang pemerintah melakukan improvisasi in ease of doing business, saya optimistis, Indonesia lebih menarik," imbuh dia.