Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Begini Penanganan Banjir Jabodetabek-Punjur Menurut Perpres 60/2020

Kompas.com - 27/06/2020, 10:52 WIB
Rosiana Haryanti,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan, kawasan sempadan sungai harus dipertahankan guna menghindari terjadinya erosi dan kerusakan terhadap kualitas air sungai.

Hal ini ia ungkapkan saat meninjau pembongkaran sheetpile bangunan Waterpark Dwisari.

Dia menambahkan, bencana banjir terjadi akibat pelanggaran tata ruang. Meskipun Kementerian PUPR sudah membangun bendungan serta infrastruktur lainnya, namun jika tidak ada pembenahan, pasti akan banjir.

Selain sempadan, masalah lainnya yakni hilangnya ratusan situ di kawasan Bogor, Depok, Tangerang, Puncak, dan Cianjur (Jabodetabek-Punjur).

"(Selain masalah sempadan), juga terdapat ratusan situ yang telah hilang di kawasan Jabodetabek-Punjur yang kini beralih menjadi kawasan permukiman. Begitu halnya di kawasan puncak Bogor, dari kawasan lindung menjadi kawasan permukiman," tutur Basuki seperti dikutip Kompas.com dari laman resmi Kementerian PUPR, Jumat (26/6/2020).

Baca juga: Bongkar Waterpark Dwisari, Basuki: Sempadan Sungai Cibeet Harus Dipertahankan

Mengenai hal tersebut, Direktur Jenderal Tata Ruang Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Abdul Kamarzuki menjelaskan, penurunan jumlah situ, danau, embung, dan waduk (SDEW) terjadi karena lokasi tersebut kini sudah berubah menjadi permukiman, bersertifikat, atau sudah mengalami peralihan fungsi.

Sebagai informasi, jumlah SDEW yang teridentifikasi dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2008 Tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur sebanyak 525.

Namun dalam aturan yang baru, yakni Perpres Nomor 60 Tahun 2020 Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur, jumlah SDEW yang teridentifikasi hanya 305.

Hilangnya 220 titik SDEW itu, menurut Kamarzuki terjadi karena belum ada integrasi data yang baik.

Indikasi lokasi 525 SDEW saat itu berdasarkan peta dasar dan bukan pada peta tata ruang. Lokasi SDEW juga tidak digambarkan dalam shapefile pola ruang.

Baca juga: Dukung Tata Ruang Jabodetabek-Punjur, Kementerian PUPR Siapkan Jaringan Prasarana

Saat ini Kementerian ATR/BPN berupaya mempertahankan keberadaan SDEW yang tersisa dengan melakukan identifikasi dan pendaftaran.

"Nah pertimbangannya, upaya untuk mengembalikan itu (525 SDEW) jauh lebih mahal, ketimbang kita bertahan dengan 305 tapi dikelola dengan baik," tutur Kamarzuki kepada Kompas.com, Jumat (12/6/2020).

Dia menjelaskan, saat air kering maka daerah yang seharusnya menjadi genangan harus diamankan.

"Jadi pendaftaran tanahnya kami amankan, nanti Menteri PUPR membangun secara fisik apakah bentuknya dibendung atau tanggul-tanggul, seperti itu," kata dia.

Dengan demikian, apabila ada permohonan berupa izin lokasi atau permohonan hak atas tanah di atas SDEW, maka pihaknya tidak akan menerbitkannya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com