Adapun dasar perhitungan untuk menentukan gaji ditetapkan sama dengan program jaminan sosial lainnya, yakni maksimal Rp 12 juta.
Kritikan juga disampaikan Ketua DPD REI Jawa Barat Joko Suranto.
Menurut dia, Pemerintah tidak pernah belajar dari kesalahan dan tidak berupaya memperbaiki kekurangan.
PP Tapera dinilainya bagus sebagai landasan operasional BP Tapera, namun ini bukanlah solusi yang menguntungkan para pihak yang terlibat dan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sebagai kelompok sasaran.
"Mekanisme dan besaran pungutan iuran juga harus ditinjau kembali. Komposisi 2,5 persen pekerja dan 0,5 persen pemberi kerja itu makin membebani," kata Joko.
Pemerintah juga harus berpikir solutif bahwa yang menjadi masalah fundamental dari pengembangan rumah murah untuk MBR terutama saat Pandemi Covid-19 ini adalah kurangnya stimulus dan relaksasi perbankan.
"Akses MBR, baik pekerja maupun pekerja mandiri haruslah dibuka seluasnya. Bukan malah diperketat. Ini justru akan menghambat sektor perumahan rakyat," imbuh Joko.
Pemerintah, lanjut dia, seharusnya fokus pada perbaikan layanan perbankan untuk pasar rumah MBR.
Layanan perbankan harus tepat sasaran, efektif, efisien, taktis, dan merangkul seluruh pekerja, baik formal maupun mandiri.
"Pemerintah jangan lagi menjadikan pembangunan dan target Program Sejuta Rumah sebagai alasan di balik regulasi yang masih bercelah, supply ini aman. Yang nggak aman adalah tingkat serapannya, karena dihambat bank," tuntas Joko.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.