Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"New Normal", Keseimbangan, dan Sinyal Kebangkitan Properti

Kompas.com - 17/05/2020, 14:47 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Tak dimungkiri Pandemi Covid-19 telah memengaruhi sektor properti secara luas.

Perkantoran, pusat perbelanjaan, apartemen, perumahan, perhotelan, dan kawasan industri mengalami kontraksi, setelah perlambatan dalam tiga tahun terakhir.

Fakta global menunjukkan, perkantoran adalah sub-sektor properti yang terdampak paling parah selain perhotelan.

Kinerja tingkat hunian dan permintaan terus menurun drastis. Sebut saja Singapura yang hanya tumbuh 3,6 persen pada 2019, setelah merosot cukup dalam 22,2 persen pada tahun sebelumnya.

Krisis Covid-19 menjadikan perkantoran Singapura makin terpuruk.

Sementara Kuala Lumpur, meski terjadi ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan, masih sedikit lebih baik dengan tingkat hunian relatif stabil. Namun, kondisi memburuk setelah dihantam krisis ini.

Baca juga: Covid-19, The X Factor yang Bikin Sektor Properti Luluh Lantak

Bagaimana dengan Jakarta?

Jika Pandemi Covid-19 tak kunjung teratasi, stagnasi bakal terus terjadi. Bukan tanpa alasan, ada sejumlah variabel yang menunjukkan stagnasi ini.

Selain faktor eksternal turunnya ekonomi dunia, faktor internal juga berdampak signifikan, yakni keterlambatan transaksi yang diprediksi akan mengarah pada koreksi pertumbuhan.

Termasuk potensi hilangnya sektor ekonomi yang tidak beroperasi di Jakarta, dengan perhitungan sekitar Rp 100 triliun hingga Rp 150 triliun.

Alhasil, tingkat kekosongan terus meluas hingga mencapai 23,8 persen atau 1,6 juta meter persegi menurut studi Knight Frank, dan sekitar 25 persen atau 1,65 juta meter persegi menurut riset Savills Indonesia.

Sebagian besar pasokan ruang-ruang perkantoran tersebut merupakan Grade B dan Grade C sebagai tandem menurunnya sewa ruang Grade A.

Sejumlah pengembang secara agresif merambah daerah.KOMPAS.com/RAM Sejumlah pengembang secara agresif merambah daerah.
Director Business Development Knight Frank Indonesia Martin Wijaya menuturkan, secara indikatif, kondisi jalan di tempat akan terus berlanjut, dan mungkin cenderung terus merosot.

"Hal ini terkait dengan kemampuan finansial perusahaan penyewa atau tenant sejauh mana mereka dapat bertahan, serta seberapa jauh pemilik gedung dapat mengakomodasi kebutuhan dan kesulitan para penyewa," ujar Martin menjawab Kompas.com, Jumat (15/5/2020).

New Normal di Kantor, Apa yang Harus Dilakukan Manajemen?

Relokasi merupakan jalan terakhir yang bisa ditempuh para penyewa, meski hal ini juga tidak direkomendasikan untuk dilakukan pada saat Pandemi Covid-19.

Para penyewa akan berpikir ketimbang harus membayar ongkos operasional sementara pemasukan berkurang, karena kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Halaman Berikutnya
Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau