Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ignatius Untung S
Praktisi Neuromarketing dan Behavioral Science

Praktisi Neuromarketing dan Behavioral Science

Mempertanyakan "New Normal" (II)

Kompas.com - 01/05/2020, 20:49 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Artinya butuh pleasure yang dua kali lebih kuat untuk bisa mengalahkan pain dan fear. Maka dari itu pahitnya jamu herbal pun dirasa menjadi masuk akal untuk memperbesar kesempatan kita untuk bertahan di tengah ancaman Covid-19 yang mengerikan ini.

Adaptation Machine Concept

Teori keenam yang saya gunakan untuk menganalisa kebiasaan baru ini dan kemungkinannya untuk bertahan setelah periode isolasi adalah fakta bahwa manusia adalah mahluk yang selalu bisa beradaptasi.

Adaptasi adalah bagian dari upaya pertanahan kita. Kita beradaptasi dengan dengan orang-orang di sekitar kita dengan mengadopsi norma dan nilai yang berlaku sebagai upaya untuk bertahan dengan berusaha ngeblend dan diterima oleh lingkungan.

Maka dari itu mereka yang kecanduan rokok, minuman keras atau narkoba akan lebih mudah dipulihkan ketika mereka dipisahkan dari lingkungannya yang merokok, minum minuman keras dan mengkonsumsi narkoba.

Bahkan secara fisiologis pun tubuh kita memiliki mode adaptasi otomatis. Lihatlah bagaimana obat yang kita biasa minum semakin lama semakin tidak manjur.

Begitu juga dengan dosis minuman keras, narkoba dan rokok yang makin lama meningkat. Ini karena hormon kebahagiaan yang dikeluarkan pada saat pertama kali kita mengonsumsi apapun yang kita sukai perlahan-lahan akan menurun kadarnya seiring waktu.

Tubuh kita beradaptasi dengan hal itu dan dosis yang sama tidak cukup memuaskan kita seperti pertama kali, dan kita pun mulai meningkatkan dosisnya.

Kemampuan beradaptasi akan membawa kita menjalani kebiasaan-kebiasaan baru yang begitu berat perlahan-lahan menjadi terasa biasa-biasa saja.

Ramuan kunyit jahe temulawak Pak Presiden pun perlahan-lahan kehilangan rasa anyirnya. Kegelisahan yang muncul akibat ketidak fasihan menggunakan teknologi untuk mendukung aktifitas perlahan-lahan akan berubah menjadi kenormalan.

Dan banyak hal baru secara tidak sadar kita adopsi sebagai kebiasaan.

Bagaimana kebiasaan bertahan dan bagaimana kebiasaan menjadi kenangan?

Untuk memprediksi kebiasaan apa yang masih akan kita lakukan setelah masa isolasi usai, kita harus sadar bahwa wabah ini secara bertahap akan hilang, sehingga berangsur-angsur anxiety dan fear-nya pun menjadi pudar, dan intangible.

Ketika itu terjadi maka pikiran kita akan berangsur-angsur pindah ke need and want ketimbang terintimidasi oleh pain, fear dan anxiety.

Pertanyaannya, dengan absennya anxiety, fear and pain, apakah kita masih punya motivasi kuat untuk melakukan apapun kebiasaan kita itu, baik minum jamu herbal, bertransaksi daring, cuci tangan, menggunakan masker, dan lain sebagainya?

Dari perspektif Maslow Hierarchy of Needs, ketika Isolasi dicabut maka kebutuhan mendasar akan mudah terpenuhi.

Akses untuk bisa makan mulai menjadi normal, rasa aman mulai muncul, kita pun mulai shifting ke pemenuhan kebutuhan di hierarchy yang lebih tinggi seperti self esteem dan self actualization, dan ketika itu terjadi apakah kebiasaan yang terbentuk dari new normal ini masih punya alasan untuk dilakukan?

 

Bersambung

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com