Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ignatius Untung S
Praktisi Neuromarketing dan Behavioral Science

Praktisi Neuromarketing dan Behavioral Science

Mempertanyakan "New Normal" (II)

Kompas.com - 01/05/2020, 20:49 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Teori ini menyatakan bahwa manusia punya tendensi untuk seek pleasure and avoid pain. Ancaman Covid-19 adalah pain, maka apa pun yang kita bisa lakukan untuk terhindar darinya akan kita lakukan.

Dan hal-hal yang membuat kita bisa tetap mendapatkan apa yang kita butuhkan tanpa resiko yang signifikan dianggap sebagai pleasure.

Maka semua kebiasaan untuk bisa tetap makan walaupun harus mendadak jadi fasih digital akan dilakukan.

Dorongan untuk menghilangkan rasa pahit dan anyir ramuan herbal pun juga didorong oleh pleasure yang dijanjikan, yaitu memperkecil risiko Covid-19.

Otak kita pun membuat keputusan dengan memperhitungkan perceived risk dan perceived gain dari apapun yang kita lakukan itu.

Dan ketika perceived gain-nya lebih besar dari perceived risk maka hitung-hitungannya jadi masuk dan kebiasaan tersebut tetap dilakukan.

Pahitnya jamu herbal tidak semengerikan resiko fatal yang diakibatkan oleh Covid-19, sehingga kita pun memilih minum jamu herbal yang lebih kecil pain nya.

Saliency, Intensity and immediacy

Apapun meaning yang diciptakan oleh otak kita terhadap informasi ataupun situasi baik itu pain dan pleasure, fear, anxiety dan fantasy akan sangat bergantung pada intensitas, saliency dan immediacynya.

Kita cenderung sulit menabung karena pleasure yang ditawarkan dari hasil menabung baru akan terasa nanti, tidak seketika dan karena itu saliency dan intensitasnya pun tipis.

Sementara godaan menggunakan uangnya untuk jalan-jalan ke eropa lengkap dengan bayangan bagaimana kita bisa “pamer” di media sosial dengan membagikan foto perjalanan atau sekadar check in ke Louvre Museum atau Eiffel sebegitu tebal saliency dan intensitasnya.

Reward-nya pun terasa demikian mendesak, tidak perlu menunggu lama. Karena itulah kita memilih jalan-jalan ke Paris, bahkan walaupun tiket pesawatnya kita bayar dengan memanfaatkan cicilan 0 persen kartu kredit dan biaya pemesanan hotel kita bayar dengan pay later yang ditawarkan agen travel daring.

Begitu juga dengan Covid-19, berita-berita yang beredar begitu intens, holistik dan dekat, sehingga terasa begitu nyata, dan efeknya sangat cepat. Maka kita pun menjadi takut (fear) dan gelisah (anxiety).

Menariknya, bahkan walaupun ramuan herbal, nutrisi buah dan suplemen kesehatan dalam situasi normal biasanya tampak tidak mendesak dan sulit diukur dan dibuktikan secara langsung, namun intensity dan saliency ancaman Covid-19 terasa begitu tebal.

Terlebih lagi, berbagai penelitian behavioral science sudah membuktikan bahwa pain dan fear punya kekuatan dua kali lebih kuat dari pleasure.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com