Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Djoko Setijowarno
Akademisi

Peneliti Laboratorium Transportasi Unika Soegijapranata

Menanti Keputusan Mudik dan Transportasi Online yang Jadi Beban Negara

Kompas.com - 27/03/2020, 13:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

"JANGAN MUDIK, jangan pulang kampung atau bikin sakit orang sekampung, jaga jarak biar selamat, pada hari kemenangan jangan biarkan virus menang", adalah sebagian kampanye kepada masyarakat untuk tidak mudik tahun ini lewat media sosial yang dilakukan Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ).

Keputusan tidak mudik lebaran tahun ini oleh Presiden Joko Widodo sangat dinanti. Sementara ini, masyarakat memang dihimbau tidak mudik lebaran untuk menghindari meluasnya virus Corona.

Di samping itu, diperlukan bantuan untuk menyambung keberlangsungan hidup bagi masyarakat terdampak ekonomi dari wabah Covid-19.

Pemerintah telah membuat tiga skenario Mudik Lebaran 2020. Pertama, bussines as usual artinya mudik lebaran seperti dilaksanakan pada tahun-tahun sebelumnya.

Kedua, meniadakan mudik gratis baik oleh pemerintah, BUMN, swasta maupun perorangan. Dan ketiga, pelarangan mudik.

Merebaknya wabah virus Corona di Jakarta dan sekitarnya telah menyebabkan gelombang eksodus pulang kampung sebelum mudik Lebaran, berlangsung lebih cepat.

Aktivitas arus mudik akibat menurunnya aktivitas ekonomi di Jakarta dan sekitarnya menjadi fenomena yang tidak bisa dihindarkan.

Pekerja sektor informal, seperti pengemudi ojek online (ojol), pedagang kaki lima (PKL), petugas cleaning service, office boy, petugas keamanan (satpam), buruh bangunan, serta lainnya.

Secara alamiah akan terjadi karena pekerja di sektor informal tidak lagi memiliki pekerjaan. Di sisi lain, harus tetap mengeluarkan biaya hidup sehari-hari yang cukup besar.

Selain itu, menjadi hal yang wajar operator transportasi umum tetap melayani masyarakat ketika memang tidak ada larangan dari pemerintah untuk menghentikan operasionalnya.

Jika pemerintah akan menutup operasional bus umum antar kota antar provinsi (AKAP), sudah barang tentu harus memikirkan keberlangsungan hidup awak bus dan pekerja lainnya di bisnis bus AKAP itu.

Pemerintah wajib memberikan kompensasi atau jaminan hidup bagi pengusaha transportasi umum yang akan dihentikan usahanya untuk sementara waktu.

Keputusan perantau yang bermukim di Jabodetabek untuk pulang ke kampung halaman dilatabelakangi oleh tidak adanya jaminan hidup di perantauan.

Adalah hal yang logis, karena tuntuan biaya hidup cukup tinggi di ibukota.

Kabar terkini, satu pasien positif Corona yang saat ini dirawat di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri diketahui merupakan sopir bus jurusan Wonogiri-Bogor.

Rombongan pulang kampung ke beberapa kabupaten di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur tengah berlangsung.

Termasuk ke Wonogiri yang memang menjadi salah satu penyumbang sektor informal di Jakarta dan sekitarnya.

Karena keputusannya lambat, maka masyarakat asli Wonogiri di Jabodetabek memutuskan mudik lebih awal (sebelum ada larangan).

Hal yang sama juga dilakukan masyarakat luar Jadebotabek lainnya yang bekerja di sektor informal dengan pendapatan harian.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com