Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Deddy Herlambang
Pengamat Transportasi

Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (INSTRAN)

Bahaya, Jadikan Angkutan Umum Massal Ajang Coba-coba Kebijakan!

Kompas.com - 23/03/2020, 17:26 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Persoalan ini akibat kebijakan trial and error  mengurangi angkutan massal, dan tidak adanya sinkronisasi kebijakan hulu dan hilir (secara makro).

Artinya masih sangat berbahaya metodetrial and error ini apabila masih dipaksakan oleh pemerintah tanpa didukung oleh data-data yang signifikan.

Virus Corona jenis baru (SARS-CoV-2) yang memicu penyakit Covid-19 saat ini telah menyebar ke berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia.

Saat tulisan ini dibuat, kasus positif terkena virus corona sesuai data pemerintah adalah 514 orang, sembuh 29 orang dan meninggal 48 orang. Angka terbanyak di DKI Jakarta. \

Angka kematian di Indonesia menjadi 9,4 persen dibandingan Italia 7,94 persen, Iran 6,53 persen, dan China 4 persen.

Banyak penelitian mengatakan penyebaran virus apapun bisa terjadi salah satunya di angkutan umum. 

Di Italia, contohnya, tercatat lebih dari 4.800 orang telah meninggal dan lebih dari 53.000 orang terinfeksi. Hal ini karena angkutan massal, salah satunya di Milan, masih berjalan normal.

Kalau melihat persentase kematian di atas, tentunya semua stakeholder harus berpikir keras lagi untuk tidak meniru kejadian di Italia yang masih sangat bebas berinteraksi di angkutan umum.

Memang tepat untuk mengurangi penyebaran virus Covid-19 dengan mengurangi perjalanan angkutan umum atau menutup angkutan umum sama sekali.

Karena kebijakan tersebut sudah tercantum dalam Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan.

Disebutkan bahwa karantina suatu wilayah yang luas atau pembatasan sosial dalam skala besar harus diberlakukan.

Sebaliknya apabila tidak ada karantina wilayah angkutan umum tidak bisa serta merta ditutup, atau dibatasi.

Pemerintah wajib menyediakan angkutan umum sesuai SPM yang berlaku. Pemerintah akan berhasil mengurangi jumlah perjalanan apabila didukung data-data peak-hour, rush-hour pengguna dan asal-tujuan (OD) pengguna angkutan umum yang masih bekerja.

Tanpa data-data tersebut mustahil bisa tercipta social-distancing yang nyaman. Apabila tidak ada kebijakan karantina wilayah, imbauan pemerintah tidak akan berhasil apabila sektor swasta masih aktif bekerja.

Sekali lagi, Pemerintah tidak bsia lagi membuat kebijakan trial and error  mengurangi angkutan umum massal yang akan berakibat blunder dan menambah persebaran virus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau