JAKARTA, KOMPAS.com - Kawasan Berbasis Transit atau Transit Oriented Development (TOD) yang dikembangkan PT MRT Jakarta sesuai Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 67 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Kawasan Berorientasi Transit akan mencakup hunian terjangkau (affordable housing).
Hunian dengan harga terjangkau ini untuk mengakomodasi first time home buyer atau pembeli rumah pertama. Termasuk para generasi milenial.
"Oleh karena itu jumlah penghasilan dibatasi, maksimal Rp 18 juta per bulan. Ini agar hunian TOD dapat diakses luas oleh masyarakat," ujar Presiden Direktur PT MRT Jakarta William Sabandar, di Jakarta, Rabu (27/11/2019).
Dengan adanya batas maksimal penghasilan ini, pengembangan hunian terjangkau diharapkan tepat sasaran, yakni kalangan menengah ke bawah dengan mobilitas tinggi.
Adapun konsep hunian yang bakal dibangun mengacu pada satuan rumah susun dengan ketentuan Koefisien Lantai Bangunan (KLB) di masing-masing TOD.
Baca juga: MRT Jakarta Buka Peluang Lepas Saham ke Publik
KLB sendiri merupakan angka persentase perbandingan antara jumlah seluruh luas lantai bangunan yang dapat dibangun dengan luas lahan yang tersedia.
Artinya, nilai KLB nantinya akan menentukan berapa luas lantai keseluruhan bangunan yang diperbolehkan untuk dibangun.
Namun terkait KLB ini, William mengungkapkan, akan ditambah persentasenya guna menarik minat investor atau pengembang proeprti untuk bersama-sama membangun TOD sebagai bagian dari upaya pembangunan perkotaan berkelanjutan (urban regeneration and sustainability).
"Hunian vertikal atau rumah susun ini kan menghemat lahan. Lahan yang ada bisa dikembangkan sebagai ruang terbuka hijau (RTH). Makanya kami bersama Pemerintah Provinsi DKI Jakarta merancang penambahan KLB ini," ungkap William.
Penambahan KLB, lanjut dia, memungkinkan affordable housing dibangun di empat TOD yang saat ini harga lahannya sudah sangat tinggi.
Baca juga: Menakar Potensi Komersial dan Kualitas Hidup di TOD MRT Jakarta
"Panduan Rancang Kota (PRK)-nya sudah selesai, tinggal menunggu signing Pak Gubernur," cetus William.
Dari lima TOD yang dikembangkan, hanya empat yang dilengkapi dengan hunian terjangkau yakni Dukuh Atas sebanyak 200 unit dari total potensi 20.388 unit, Fatmawati sebanyak 1.000 unit dari total potensi 8.900 unit.
Kemudian Blok M sejumlah 1.200 unit dari potensi 13.180 unit, dan Lebak Bulus sebanyak 600 unit dari total potensi 6.898 unit.
Sementara TOD Istora Senayan lebih dikonsentrasikan pada upaya revitalisasi terhadap peningkatan kualitas jalur pejalan kaki dan fasilitas sepeda (seperti jalur sepeda, bike rack, dan lain-lain), peningkatan kualitas infrastruktur transportasi seperti penambahan dan revitalisasi halte bus di jalan sekunder, dan revitalisasi Taman GBK yang sebelumnya merupakan arena driving range.
"Angka ini separuh dari potensi pendapatan senilai Rp 240 triliun," sebut Tuhiyat.
Penawaran TOD kepada investor, terutama pengembang properti, masuk dalam skema land value captive sebagai opsi pendanaan non-konvensional yang bisa ditempuh PT MRT Jakarta.
Oleh karena itu, untuk mengelola kawasan TOD ini, akan dibentuk perusahaan khusus guna menjaga profesionalitas, akuntabilitas, dan transparansi karena melibatkan investor dan pengembang properti.
"Nanti ini akan tripartit bentuknya, Pemprov DKI, PT MRT Jakarta dan swasta. Kami juga akan membentuk perusahaan khusus untuk mengelola TOD, supaya lebih profesional, akuntabel, dan transparan. Berapa biaya masuk dan keluar dari pengelolaan TOD, semua jelas," imbuh William.
Namun, hingga kini William mengaku skema kerja sama antara Pemprov DKI Jakarta, PT MRT Jakarta, dan swasta belum bisa dijabarkan kepada publik, apakah bangun guna serah atau built operate transfer (BOT) atau kerja sama operasi (KSO).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.