"Angka Rp 800 miliar sesuai dalam news letter yang mereka bagikan kepada konsumen. Di antara kami yang berjumlah 143 konsumen dalam grup whats app, sebagian besar sudah membayar lunas," ujar perwakilan konsumen, Sujanlie Totong kepada Kompas.com, Jumat (24/8/2018).
Pada pertengahan 2015, Sang Presiden Direktur Marcellus mengatakan, untuk membangun K2 Park Serpong di atas lahan seluas tiga hektar dengan luas bangunan 3.000 meter persegi, modalnya hanya nekad. Padahal PT PLI membutuhkan anggaran tak kurang dari Rp 1,5 triliun untuk konstruksi.
Padahal di kawasan yang sama dengan lokasi proyek K2 Park, terdapat proyek-proyek sejenis yang dibangun pengembang raksasa dengan modal dan konstruksi finansial lebih besar.
Baca juga: Marcellus Chandra, Bermodal Nekat Membangun Lima Proyek Properti
"Kami tak mengganggap para pengembang besar itu pesaing, justru kami jadikan celah potensi bisnis. Proyek yang kami bangun kan di antara proyek besar mereka, kawasannya sudah terbangun, sementara lokasi yang kamu punya ini unik dan menjual konsep berbeda. Ternyata, proyek kami laku terjual dan hasilnya memuaskan," kata Marcell kepada Kompas.com, Sabtu (4/7/2015).
Namun, hingga kini, lahan yang semestinya dibangun apartemen K2 Park masih berupa tanah kosong.
Tak pelak persoalan ini memicu kekecewaan para konsumen yang berujung tuntutan agar PT PLI mengembalikan uang yang sudah dibayarkan.
Baca juga: Apartemen Tak Kunjung Dibangun, Konsumen Tagih Uang Kembali
Sujanlie menuturkan, berbagai upaya telah dilakukan, termasuk melakukan pertemuan-pertemuan dengan Marcell.
Namun, kata Sujanlie, pertemuan tersebut tak menghasilkan apa-apa. Alih-alih mengembalikan uang yang menjadi hak konsumen, PLI justru hanya memberi janji-janji kosong.
Sujanli pun memastikan akan membawa persoalan ini ke Polda Metro Jaya bila tidak ada itikad baik dari PT PLI untuk mengembalikan uang konsumen.
"Kami akan melaporkan PLI dan Marcellus ke Polda Metro Jaya pada awal September dengan tuduhan dugaan penipuan," kata dia.
Dugaan penipuan
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai, persoalan ini dapat masuk kategori penipuan. Pertama, hingga kini belum ada wujud apartemen yang dibangun.
Tulus mengatakan, seharusnya paling tidak ada unit atau bangunan yang dijadikan contoh dan sudah berizin resmi dari pemerintah.
Kalau pun ada keterlambatan, setidaknya saat ini bangunan tinggal tahap penyelesaian lantaran serah terima kunci dijadwalkan Desember 2018.