Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jakarta di Ambang Kelangkaan Air Minum (VI)

Kompas.com - 06/03/2018, 07:00 WIB
Dani Prabowo,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Hilangnya situ di sekitar wilayah DKI Jakarta, tak hanya menyebabkan bencana banjir tetapi juga menghilangkan potensi daerah resapan air. Padahal, daerah resapan air diperlukan untuk keberlanjutan kehidupan masyarakat.

Dikutip dari Kompas, dalam sepuluh tahun terakhir tercatat 33 situ hilang di wilayah Kabupaten/Kota Bogor, Depok, Kabupaten/Kota Tangerang dan Kabupaten/Kota Bekasi.

Baca juga : Jakarta di Ambang Kelangkaan Air Minum (I)

Ketua Umum Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) Bernardus Djonoputro mengatakan, Pemprov DKI Jakarta harus bekerja sama dengan pemerintah daerah di sekitarnya guna mengoptimalkan daerah hulu sebagai kawasan resapan air.

Keberadaan kawasan tersebut penting dalam memasok kebutuhan air tanah DKI Jakarta yang setiap hari terus dieksploitasi masyarakat.

"Embung-embung harus diperbanyak dan mengatur kerja sama regional antara Jakarta dengan kawasan sekitar yang masuk ke dalam Jabodetabekpunjur untuk mengelola hulu, mengelola kualitas tangkapan air di hulu," kata Bernardus kepada Kompas.com, Senin (5/3/2018).

Baca juga : Jakarta di Ambang Kelangkaan Air Minum (II)

Kerusakan yang terjadi pada situ, menurut dia, lebih disebabkan karena adanya alih fungsi lahan. Seharusnya daerah tersebut menjadi kawasan tangkapan air, namun justru dimanfaatkan untuk bangunan permanen.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bersama Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto saat meninjau Bendung Katulampa, Senin (12/2/2018). Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta membuka kerjasama dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor untuk mengatasi masalah banjir Jakarta.KOMPAS.com / Ramdhan Triyadi Bempah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bersama Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto saat meninjau Bendung Katulampa, Senin (12/2/2018). Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta membuka kerjasama dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor untuk mengatasi masalah banjir Jakarta.
Sebagai daerah yang terkena dampak dari kerusakan tersebut, Pemprov DKI harus berperan aktif guna meminimalisasi kasus kerusakan yang ada.

"Makanya manajemen air ini harus regional, Jabodetabek. Sementara di DKI harus dibuat reservoir-reservoir berupa embung-embung lebih banyak, sehingga air yang disimpan bisa lebih banyak," sebut Bernardus.

Baca juga : Jakarta di Ambang Kelangkaan Air Minum (III)

Sementara itu, pengamat tata kota dari Universitas Trisakti Nirwono Yoga mengatakan, Pemprov DKI harus mengubah paradigma tata kelola air.

Dari awalnya membuang air hujan sebanyak-banyaknya langsung ke laut, menjadi menampung air hujan sebanyak-banyaknya untuk dapat diserap sebesar-besarnya ke dalam tanah.

"Yang harus dilakukan yaitu revitalisasi situ, danau, embung, waduk (SDEW), melebarkan badan air dan menata badan tepian SDEW menjadi taman SDEW," kata Nirwono.

Baca juga : Jakarta di Ambang Kelangkaan Air Minum (IV)

Selain itu, Pemprov DKI juga perlu menambah ruang terbuka hijau baru (RTH) sebagai daerah resapan air. RTH ini dapat berupa taman kota, taman makam, hutan kota, kebun raya, hingga jalur hijau.

Kondisi terkini dari lokasi pembangunan RTH TB Simatupang Park, Senin (5/3/2018).KOMPAS.com/RIDWAN AJI PITOKO Kondisi terkini dari lokasi pembangunan RTH TB Simatupang Park, Senin (5/3/2018).
Semakin luas RTH-nya, maka kemampuan kota dalam meredam banjir dan menabung air di kala musim hujan akan semakin besar.

Dengan demikian, cadangan air bersih yang bisa dikonsumsi sebagai air minum pun akan semakin melimpah saat kemarau.

"Selain itu, naturalisasi bantaran sungai yang ditata atau dihijauhkan kembali sebagai RTH jalur hijau bantaran kali yang berfungsi meredam aliran air, menyerap air permukaan sungai dan habitat ekosistem tepian air," papar Nirwono.

Baca juga : Jakarta di Ambang Kelangkaan Air Minum (V)

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau