Dikutip dari Kompas, dalam sepuluh tahun terakhir tercatat 33 situ hilang di wilayah Kabupaten/Kota Bogor, Depok, Kabupaten/Kota Tangerang dan Kabupaten/Kota Bekasi.
Ketua Umum Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) Bernardus Djonoputro mengatakan, Pemprov DKI Jakarta harus bekerja sama dengan pemerintah daerah di sekitarnya guna mengoptimalkan daerah hulu sebagai kawasan resapan air.
Keberadaan kawasan tersebut penting dalam memasok kebutuhan air tanah DKI Jakarta yang setiap hari terus dieksploitasi masyarakat.
"Embung-embung harus diperbanyak dan mengatur kerja sama regional antara Jakarta dengan kawasan sekitar yang masuk ke dalam Jabodetabekpunjur untuk mengelola hulu, mengelola kualitas tangkapan air di hulu," kata Bernardus kepada Kompas.com, Senin (5/3/2018).
Kerusakan yang terjadi pada situ, menurut dia, lebih disebabkan karena adanya alih fungsi lahan. Seharusnya daerah tersebut menjadi kawasan tangkapan air, namun justru dimanfaatkan untuk bangunan permanen.
"Makanya manajemen air ini harus regional, Jabodetabek. Sementara di DKI harus dibuat reservoir-reservoir berupa embung-embung lebih banyak, sehingga air yang disimpan bisa lebih banyak," sebut Bernardus.
Sementara itu, pengamat tata kota dari Universitas Trisakti Nirwono Yoga mengatakan, Pemprov DKI harus mengubah paradigma tata kelola air.
Dari awalnya membuang air hujan sebanyak-banyaknya langsung ke laut, menjadi menampung air hujan sebanyak-banyaknya untuk dapat diserap sebesar-besarnya ke dalam tanah.
"Yang harus dilakukan yaitu revitalisasi situ, danau, embung, waduk (SDEW), melebarkan badan air dan menata badan tepian SDEW menjadi taman SDEW," kata Nirwono.
Selain itu, Pemprov DKI juga perlu menambah ruang terbuka hijau baru (RTH) sebagai daerah resapan air. RTH ini dapat berupa taman kota, taman makam, hutan kota, kebun raya, hingga jalur hijau.
Dengan demikian, cadangan air bersih yang bisa dikonsumsi sebagai air minum pun akan semakin melimpah saat kemarau.
"Selain itu, naturalisasi bantaran sungai yang ditata atau dihijauhkan kembali sebagai RTH jalur hijau bantaran kali yang berfungsi meredam aliran air, menyerap air permukaan sungai dan habitat ekosistem tepian air," papar Nirwono.
Dilansir dari BBC sebelumnya, Jakarta masuk ke dalam kota-kota besar yang terancam mengalami kelangkaan air minum.
Kenaikan permukaan air laut sebagai akibat penurunan tanah lantaran sumber air tanah yang terus disedot menjadi salah satu faktornya.
Praktik ini mengurang cadangan kantung air bawah tanah, hampir secara harafiah mengempiskannya.
Bank Dunia memprediksi sekitar 40 persen wilayah Jakarta saat ini berada di bawah permukaan laut.
Kondisi lebih buruk diperburuk, karena saat hujan lebat terjadi justru tidak terjadi pengisian ulang. Pasalnya, seantero kota dipenuhi beton dan aspal, sehingga lapangan terbuka pun tak bisa menyerap curah hujan.
https://properti.kompas.com/read/2018/03/06/070000021/jakarta-di-ambang-kelangkaan-air-minum-vi-