JAKARTA, KOMPAS.com - Pada akhirnya, kekhawatiran atas kelangkaan air di DKI Jakarta hanya akan menjadi sebatas retorika jika tidak ada upaya yang lebih konkret dari pemerintah dan masyarakat untuk menjaganya.
BBC melansir Jakarta termasuk lima teratas kota besar di dunia yang terancam mengalami kelangkaan air bersih dalam beberapa waktu ke depan. Masyarakat pun dipastikan bakal sulit memperoleh kebutuhan dasarnya, bila hal itu benar-benar terjadi.
Baca juga : Jakarta di Ambang Kelangkaan Air Minum (I)
Saat ini, kurang dari separuh penduduk DKI yang memiliki akses terhadap air ledeng, menggali sumur secara tidak sah. Praktek ini menguras cadangan kantung air bawah tanah, yang secara harafiah mengempiskannya.
Baca juga : Jakarta di Ambang Kelangkaan Air Minum (II)
Kondisi diperburuk, karena saat hujan lebat terjadi justru kantung tanah tidak terisi ulang. Pasalnya, seantero kota dipenuhi beton dan aspal, sehingga lapangan terbuka pun tak bisa menyerap curah hujan.
Langkah konkret itu haruslah diambil Pemprov DKI Jakarta selaku pemangku kebijakan. Sebab, Pemprov harus menggandeng pemda di sekitarnya yang merupakan daerah hulu, sekaligus sumber pengisi kantung air tanah Jakarta.
Kerusakan situ, danau, embung dan waduk (SDEW) di wilayah sekitar DKI tentu akan berpengaruh terhadap pasokan dan kualitas air di Ibu Kota Indonesia ini.
Baca juga : Jakarta di Ambang Kelangkaan Air Minum (III)
Seperti diketahui dalam sepuluh tahun terakhir 33 situ di sekitar Jakarta hilang. Situ itu tersebar di Kabupaten/Kota Bogor, Depok, Kabupaten/Kota Tangerang dan Kabupaten/Kota Bekasi.
Baca juga : Jakarta di Ambang Kelangkaan Air Minum (IV)
Tanpa disadari masyarakat, Jakarta sebenarnya adalah daerah pesisir. Artinya dataran di Jakarta lebih rendah daripada daerah lain di sekitarnya.
Oleh karena itu, penting bagi Pemprov DKI bekerja sama dengan daerah lain dalam mengatur manajemen tata kelola air berbasis kawasan.
Di sisi lain, pemprov juga perlu menambah area tadahan hujan dengan memperbanyak ruang terbuka hijau (RTH). Bila tak ingin disebut krisis, jumlah RTH di Jakarta kini jauh merosot tajam dibandingkan pada 1965.
Seiring pertumbuhan penduduk dan pembangunan proyek infrastruktur dan properti, luas RTH turun menjadi 9 persen pada 2000.
Kemudian, 17 tahun berselang, luas RTH bertambah 0,98 persen atau menjadi 9,98 persen pada 2017.
Baca juga : Jakarta di Ambang Kelangkaan Air Minum (V)