"Jakarta krisis air dan mengalami kekeringan karena memang daerah resapan airnya sudah tidak memadai," kata pengamat tata kota Universitas Trisakti, Nirwono Yoga.
Gunakan PDAM
Pemprov DKI juga perlu memoratorium pengambilan air tanah langsung oleh warganya melalui sumur pompa. Pasalnya, hal itu menjadi salah satu penyebab merosotnya cadangan air tanah Jakarta.
Sebagai gantinya, pemerintah perlu mendorong masyarkat menggunakan air yang diproduksi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).
Namun sebelumnya, pemerintah perlu berinvestasi pada distribusi air bersih. Caranya, dengan menambah jaringan pipa PDAM ke seluruh wilayah.
Selain itu, pemerintah juga harus memastikan debit layanan air bersih dinaikkan, sehingga masyarakat yang memiliki saluran air bersih dapat menerimanya.
Baca juga : Jakarta di Ambang Kelangkaan Air Minum (VI)
"Pemerintah DKI juga harus melakukan penurunan yang namanya non revenew water (NRW). Yaitu dengan menghilangkan sebanyak-banyaknya kebocoran maupun kehilangan air bersih, sehingga tingkat NRW yang saat ini hampir 50 persen, itu bisa membaik," kata Bernardus.
Pemprov DKI selama ini masih menggunakan pendekatan yang kurang tepat guna mengatasi persoalan banjir di wilayahnya.
Misalnya, dengan melakukan betonisasi, membuat sodetan dan kanalisasi sungai. Memang, dampak dari pekerjaan proyek ini akan membuat banjir saat hujan deras turun, cepat mengalir ke laut.
Akan tetapi di saat yang sama, tanah tidak mampu menyerap air hujan sehingga cadangan air kian menipis terutama pada saat musim kemarau.
"Yang harus dilakukan naturalisasi bantaran sungai yang ditata atau dihijaukan kembali sebagai RTH jalur hijau bantaran kali, yang berfungsi meredam aliran air, menyerap permukaan sungai, dan habitat ekosistem tepian air," kata Nirwono.
Di dalam Pasal 29 dan Pasal 30 diatur tentang batas minimum RTH publik sebesar 20 persen dan RTH privat sebesar 10 persen.
Salah satu cara yang bisa dilakukan yaitu menata tepian SDEW untuk difungsikan sebagai taman sehingga menambah RTH taman.
Dengan demikian masyarakat pun tidak akan berani membangun bangunan liar di sekitarnya karena taman tersebut pasti selalu dipantau oleh aparat berwajib.
"Revitalisasi SDEW juga perlu dilakukan dengan mengeruk kedalaman SDEW dan melebarkan badan air," ujarnya.
Kini, semua ada di tangan kita. Siapkah kita untuk menghadapi persoalan ini? Atau kita bisa bertindak lebih nyata untuk mengantisipasinya?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.