Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jakarta di Ambang Kelangkaan Air Minum (Selesai)

Kompas.com - 06/03/2018, 09:55 WIB
Dani Prabowo,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pada akhirnya, kekhawatiran atas kelangkaan air di DKI Jakarta hanya akan menjadi sebatas retorika jika tidak ada upaya yang lebih konkret dari pemerintah dan masyarakat untuk menjaganya.

BBC melansir Jakarta termasuk lima teratas kota besar di dunia yang terancam mengalami kelangkaan air bersih dalam beberapa waktu ke depan. Masyarakat pun dipastikan bakal sulit memperoleh kebutuhan dasarnya, bila hal itu benar-benar terjadi.

Baca juga : Jakarta di Ambang Kelangkaan Air Minum (I)

Saat ini, kurang dari separuh penduduk DKI yang memiliki akses terhadap air ledeng, menggali sumur secara tidak sah. Praktek ini menguras cadangan kantung air bawah tanah, yang secara harafiah mengempiskannya.

Warga melewati genangan air dari rembesan air laut yang menembus tanggul karung pasir di Muara Baru, Penjaringan, Jakata Utara, Rabu, (3/1/2018)Kompas/Setyo Adi Warga melewati genangan air dari rembesan air laut yang menembus tanggul karung pasir di Muara Baru, Penjaringan, Jakata Utara, Rabu, (3/1/2018)
Imbas dari tindakan ini adalah amblesnya permukaan tanah dari tahun ke tahun, sehingga terjadi kenaikan permukaan air laut. Bank Dunia memprediksi sekitar 40 persen wilayah Jakarta saat ini berada di bawah permukaan laut.

Baca juga : Jakarta di Ambang Kelangkaan Air Minum (II)

Kondisi diperburuk, karena saat hujan lebat terjadi justru kantung tanah tidak terisi ulang. Pasalnya, seantero kota dipenuhi beton dan aspal, sehingga lapangan terbuka pun tak bisa menyerap curah hujan.

Langkah konkret itu haruslah diambil Pemprov DKI Jakarta selaku pemangku kebijakan. Sebab, Pemprov harus menggandeng pemda di sekitarnya yang merupakan daerah hulu, sekaligus sumber pengisi kantung air tanah Jakarta.

Kerusakan situ, danau, embung dan waduk (SDEW) di wilayah sekitar DKI tentu akan berpengaruh terhadap pasokan dan kualitas air di Ibu Kota Indonesia ini.

Baca juga : Jakarta di Ambang Kelangkaan Air Minum (III)

Seperti diketahui dalam sepuluh tahun terakhir 33 situ di sekitar Jakarta hilang. Situ itu tersebar di Kabupaten/Kota Bogor, Depok, Kabupaten/Kota Tangerang dan Kabupaten/Kota Bekasi.

Tim gabungan dari Dinas Tata Air, Palyja, dan Komisi Pemberantasan Korupsi melongok bak penampungan air di salah satu gudang jasa pengiriman di Slipi, Jakarta Barat, Rabu (7/9). Di Jakarta terjadi sejumlah anomali pemakaian sehingga diduga pengambilan air tanah tanpa izin begitu besar. KOMPAS/SAIFUL RIJAL YUNUS Tim gabungan dari Dinas Tata Air, Palyja, dan Komisi Pemberantasan Korupsi melongok bak penampungan air di salah satu gudang jasa pengiriman di Slipi, Jakarta Barat, Rabu (7/9). Di Jakarta terjadi sejumlah anomali pemakaian sehingga diduga pengambilan air tanah tanpa izin begitu besar.
"Hulu ini bukan di Jakarta, tapi adanya di sana. Semua itu kalau rusak, ya airnya berkurang di Jakarta. Air di Jakarta itu adanya tidak di Jakarta, tapi di sana," kata Ketua Umum Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) Bernardus Djonoputro kepada Kompas.com, Senin (5/3/2018).

Baca juga : Jakarta di Ambang Kelangkaan Air Minum (IV)

Tanpa disadari masyarakat, Jakarta sebenarnya adalah daerah pesisir. Artinya dataran di Jakarta lebih rendah daripada daerah lain di sekitarnya.

Oleh karena itu, penting bagi Pemprov DKI bekerja sama dengan daerah lain dalam mengatur manajemen tata kelola air berbasis kawasan.

Di sisi lain, pemprov juga perlu menambah area tadahan hujan dengan memperbanyak ruang terbuka hijau (RTH). Bila tak ingin disebut krisis, jumlah RTH di Jakarta kini jauh merosot tajam dibandingkan pada 1965.

Pemandangan pepohonan dan gedung bertingkat terlihat dari Perpustakaan Nasional, Jakarta Pusat, Rabu (8/11/2017). Menurut data Dinas Kehutanan, Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta, luas ruang terbuka hijau (RTH) hanya 9,98 persen dari 30 persen yang seharusnya dimiliki oleh DKI Jakarta. KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNGKOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG Pemandangan pepohonan dan gedung bertingkat terlihat dari Perpustakaan Nasional, Jakarta Pusat, Rabu (8/11/2017). Menurut data Dinas Kehutanan, Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta, luas ruang terbuka hijau (RTH) hanya 9,98 persen dari 30 persen yang seharusnya dimiliki oleh DKI Jakarta. KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG
Saat itu luas area RTH mencapai 37,2 persen dari total luas wilayah Jakarta. Namun, luas area itu merosot menjadi 25,85 persen pada 1985.

Seiring pertumbuhan penduduk dan pembangunan proyek infrastruktur dan properti, luas RTH turun menjadi 9 persen pada 2000.

Kemudian, 17 tahun berselang, luas RTH bertambah 0,98 persen atau menjadi 9,98 persen pada 2017.

Baca juga : Jakarta di Ambang Kelangkaan Air Minum (V)

"Jakarta krisis air dan mengalami kekeringan karena memang daerah resapan airnya sudah tidak memadai," kata pengamat tata kota Universitas Trisakti, Nirwono Yoga.

Gunakan PDAM

Pemprov DKI juga perlu memoratorium pengambilan air tanah langsung oleh warganya melalui sumur pompa. Pasalnya, hal itu menjadi salah satu penyebab merosotnya cadangan air tanah Jakarta.

Ilustrasi PDAMKOMPAS.com / ABDUL HAQ Ilustrasi PDAM
Sebagai gantinya, pemerintah perlu mendorong masyarkat menggunakan air yang diproduksi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).

Namun sebelumnya, pemerintah perlu berinvestasi pada distribusi air bersih. Caranya, dengan menambah jaringan pipa PDAM ke seluruh wilayah.

Selain itu, pemerintah juga harus memastikan debit layanan air bersih dinaikkan, sehingga masyarakat yang memiliki saluran air bersih dapat menerimanya.

Baca juga : Jakarta di Ambang Kelangkaan Air Minum (VI)

"Pemerintah DKI juga harus melakukan penurunan yang namanya non revenew water (NRW). Yaitu dengan menghilangkan sebanyak-banyaknya kebocoran maupun kehilangan air bersih, sehingga tingkat NRW yang saat ini hampir 50 persen, itu bisa membaik," kata Bernardus.

Wajah kini normalisasi Sungai Ciliwung di Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (26/10/2017). Warga Bukit Duri yang mengajukan gugatan class action (gugatan yang diajukan seseorang atau sekelompok kecil orang atas nama sebuah kelompok besar) telah dimenangkan majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Rabu (24/10/2017). Mereka berhak untuk menerima ganti rugi setidaknya Rp 18,6 miliar. KOMPAS IMAGES/KRISTIANTO PURNOMOKOMPAS.com / KRISTIANTO PURNOMO Wajah kini normalisasi Sungai Ciliwung di Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (26/10/2017). Warga Bukit Duri yang mengajukan gugatan class action (gugatan yang diajukan seseorang atau sekelompok kecil orang atas nama sebuah kelompok besar) telah dimenangkan majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Rabu (24/10/2017). Mereka berhak untuk menerima ganti rugi setidaknya Rp 18,6 miliar. KOMPAS IMAGES/KRISTIANTO PURNOMO
Pada saat yang sama, normalisasi sungai yang dilakukan pemerintah jangan hanya sebatas memperlancar aliran air ke laut.

Pemprov DKI selama ini masih menggunakan pendekatan yang kurang tepat guna mengatasi persoalan banjir di wilayahnya.

Misalnya, dengan melakukan betonisasi, membuat sodetan dan kanalisasi sungai. Memang, dampak dari pekerjaan proyek ini akan membuat banjir saat hujan deras turun, cepat mengalir ke laut.

Akan tetapi di saat yang sama, tanah tidak mampu menyerap air hujan sehingga cadangan air kian menipis terutama pada saat musim kemarau.

"Yang harus dilakukan naturalisasi bantaran sungai yang ditata atau dihijaukan kembali sebagai RTH jalur hijau bantaran kali, yang berfungsi meredam aliran air, menyerap permukaan sungai, dan habitat ekosistem tepian air," kata Nirwono.

Pekerja menyelesaikan proyek normalisasi Sungai Ciliwung di kawasan Bukit Duri, Jakarta, Selasa (26/9/2017). Proyek normalisasi bantaran Sungai Ciliwung di kawasan Bukit Duri memasuki tahap pemasangan dinding turap untuk menguatkan bantaran agar tidak longsor sekaligus sebagai salah satu antisipasi banjir.KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG Pekerja menyelesaikan proyek normalisasi Sungai Ciliwung di kawasan Bukit Duri, Jakarta, Selasa (26/9/2017). Proyek normalisasi bantaran Sungai Ciliwung di kawasan Bukit Duri memasuki tahap pemasangan dinding turap untuk menguatkan bantaran agar tidak longsor sekaligus sebagai salah satu antisipasi banjir.
Pemerintah juga perlu memastikan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dijalankan secara maksimal.

Di dalam Pasal 29 dan Pasal 30 diatur tentang batas minimum RTH publik sebesar 20 persen dan RTH privat sebesar 10 persen.

Salah satu cara yang bisa dilakukan yaitu menata tepian SDEW untuk difungsikan sebagai taman sehingga menambah RTH taman.

Dengan demikian masyarakat pun tidak akan berani membangun bangunan liar di sekitarnya karena taman tersebut pasti selalu dipantau oleh aparat berwajib.

"Revitalisasi SDEW juga perlu dilakukan dengan mengeruk kedalaman SDEW dan melebarkan badan air," ujarnya.

Warga memancing di Kanal Banjir Barat (KBB) sungai Ciliwung di Tanah Abang, Jakarta Pusat, Kamis (21/9/2017). Terbatasnya ruang terbuka hijau atau lahan bermain di pemukiman padat penduduk menyebabkan warga setempat memanfaatkan lahan kosong dipinggir sungai Ciliwung sebagai tempat bermain.
KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG Warga memancing di Kanal Banjir Barat (KBB) sungai Ciliwung di Tanah Abang, Jakarta Pusat, Kamis (21/9/2017). Terbatasnya ruang terbuka hijau atau lahan bermain di pemukiman padat penduduk menyebabkan warga setempat memanfaatkan lahan kosong dipinggir sungai Ciliwung sebagai tempat bermain.
Bagaimanapun, persoalan kelangkaan air akan terus dibahas setiap peringatan Hari Air Dunia (HAD) yang diperingati setiap 22 Maret, bila pemerintah dan masyarakat tidak mau bekerja sama.

Kini, semua ada di tangan kita. Siapkah kita untuk menghadapi persoalan ini? Atau kita bisa bertindak lebih nyata untuk mengantisipasinya?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau